Oleh Sentia Pujiastuti (PMII Al-Ghozali Semarang) pada Senin - 12.56 WIB
Kopiku
tak sehangat dulu
Tatkala
hujan badai menyambangi langit
Kopiku
tak senikmat dulu
Tatkala kusruput perlahan sambil memangku setumpuk tugas
Memang
benar
Kopiku
sekarang hambar
Ia
mulai kehilangan pahitnya
Warnanya
kian memudar mengikis kepekatannya
Dahulu
memang aku tak menyukai pahitnya
Berbagai
cara ku lakukan untuk menyamarakannya
Gula
dan krimmer kutambahkan
Rasanya
enak tapi membuatku cepat bosan
Namun
kini kusadari
Betapa
aku telah jatuh cinta padanya
Sesekali
aku teringat memori tentangnya
Kerinduanku
ini membuatku ingin mengulanginya lagi
Dan
kucoba kembali menyeduh kopi
Sudah
kubuat semirip mungkin dengan yang asli
Berharap
semuanya sama seperti waktu itu
Namun
aku tidak bisa membohongi diriku
Hangatnya,
pekatnya, rasa, dan juga aromanya
Memang
tidaklah sama
Tetap
saja tak bisa kurasakan lagi nikmatnya kopi pahit itu
Kopi
yang pernahku minum dulu
Kini
aku merasakan kehausan
Dan
hanya kopi itu yang mampu menyembuhkan kehausan ini
Sayangnya
tak bisa kurasakan kopi yang sama lagi
Oh
Tuhan… bagaimana ini?
Aku
sungguh merindukannya
Menggiling
biji kopi, meracik, lalu menyeduhnya
Menyeruput
kopi pahit namun harum aromanya,
Hujan,
badai, juga tumpukan tugas kala itu, semakin menambah kenikmatannya
Ya…
aku benar-benar merindukannya
Menikmati
kepahitan juga keharumannya
Pahitnya
memperjuangkan harumnya kebaikan
Semoga
tercatat sebagai amal kebaikan pembawa keberkahan