Oleh Fatin Qatrunnada (Kepala Departemen Kajian Wacana PMII Rayon Nusantara,
Komisariat Al-Ghozali Semarang) pada Senin – 18:55 WIB
Rayon Nusantara telah mengadakan
bedah buku Sains 45: Agenda Ilmu Pengetahuan Indonesia Menyongsong Satu Abad
Kemerdekaan. Bersama sahabat Ihsan sebagai pemantik. Bedah buku tersebut
dilakukan dengan cara membaca dan mengulas per satu bab mengenai apa yang
menjadi pembahasan dalam buku tersebut
Pemilihan buku Sains 45: Agenda Ilmu Pengetahuan Indonesia Menyongsong
Satu Abad Kemerdekaan yang diterbitkan AIPI(Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia) merupakan bagian dari refleksi
pentingnya ilmu pengetahuan yang bisa menjadi sumber inspirasi untuk pengembangan nalar kritis sesuai latar
belakang fakultas Rayon Nusantara: MIPA dan Ekonomi.
Jika dikuliti secara merinci, maka bisa ditemukan bahwa utuhnya buku ini
adalah berasal dari gagasan ilmuwan-ilmuwan muda Indonesia. Buku ini patut
diperhatikan dan dipertimbangkan sebagai bagian dari mempertanyakan berbagai
persoalan maupun masalah lintas sektoral di Indonesia. Beda buku Sains 45
diselenggarakan secara kontinyu dengan pembahasan runtut per satu bab dalam
setiap pertemuan.
Pengantar Buku : Apakah
“Agenda Ilmu Pengetahuan Indonesia”?
Kebanyakan dari ilmuwan muda ini adalah alumni dari kegiatan-kegiatan
yang diselenggarakan oleh AIPI. Kesemua penulis dipilih berdasarkan keunggulan
latar belakang ilmiahnya, baik yang sudah selesai program doktoral, peneliti
aktif serta masih dibawah usia 45 tahun. Dengan menjadi ilmuwan dan kesadaran
akan pentingnya ilmu pengetahuan yang bertujuan guna mewujudkan cita-cita
kemerdekaan, mereka ingin berkontribusi lebih bagi Indonesia, salah satunya
dengan menjadi bagian dari agenda ini.
Agenda ini berangkat dari kesadaran bahwa Indonesia membutuhkan ilmu
pengetahuan bukan hanya sebagai perangkat pelengkap kebijakan, melainkan
sebagai inti dari cara berpikir tentang masyarakat, lingkungan, masa, dan masa
depan Indonesia. Hal ini terwujud dalam kategorisasi ilmu pengetahuan yang
berkelindan satu dengan yang lain: yaitu ilmu pengetahuan sebagai metode dan
alat, ilmu pengetahuan sebagai kerangka berpikir, dan ilmu pengetahuan sebagai
budaya.
Ada sekitar 8 bab dengan pembahasan dan ruang lingkup lintas sektoral disiplin ilmu pengetahuan yang menjadi pondasi dari utuhnya buku ini. Selain itu, lebih rinci buku ini berisi pertanyaan-pertanyaan yang disusun dalam bentuk tulisan ilmiah populer yang singkat, dalam bahasa yang mudah dipahami, bukan bahasa ataupun jargon-jargon teknis yang hanya bisa dipahami dalam disiplin ilmu tertentu. Terakhir, diharapkan dari agenda ini adalah agar bangsa Indonesia bisa menjadi bangsa yang inovatif dan berkembangnya budaya ilmiah di negara Indonesia.
Identitas, Keragaman, dan
Budaya
Secara garis besar, substansi dari pembahasan pada artikel 1, 2 dan 3
(Apa yang menjadikan Indonesia “Indonesia”?; Torang Samua Basudara: Satu Bangsa
di Tengah Keragaman; Nasionalisme di Era Transnasionalisme, Bagaimana
Bertahan?” memiliki karakteristik yang hampir mirip dan saling berkaitan,
adalah fokus bahasan mengenai pemaknaan terhadap ‘Indonesia’ yang
dikontekstualisasikan sesuai perkembangan, dari sejak era kolonialisme,
kemerdekaan, sampai paska reformasi – yakni sekarang. Pemahaman sejarah dan histografi
Indonesia penting untuk terus dikembangkan untuk mengidentifikasi berbagai
narasi tentang keindonesiaan, seperti yang dijelaskan sangat detail pada
artikel 5: Nusantara, Tapak Perjalanan Evolusi Manusia?
Penegasan keragaman (pluralitas) Indonesia; mulai dari suku, budaya,
agama, nilai, bahasa, kepercayaan, dan lain sebagainya sebagai pembentuk
heterogenitas bangsa, pada ketiga artikel awal dijelaskan dengan sangat
gamblang. Lebih jauh, pluralitas Indonesia terdiri dari 300 suku bangsa, 700
bahasa daerah, warna kulit yang berbeda, bermaca-macam golongan, keragaman
agama; baik yang diakui pemerintah ataupun kepercayaan asli daerah, bahkan
hingga keragaman genetik.
Bersumber dari koleksi komprehensif keragaman tersebut menjadikannya tonggak dasar nasionalisme Indonesia. Pengelolaan dan perlakuan yang baik, terlebih, digunakannya sains interdislipliner sebagai dasar bermetode dalam menjelaskan hubungan dari suatu fakta sosial yang melekat di dalam masyarakat Indonesia, maka kesemua hal tersebut akan bermuara pada pengembangan Indonesia yang adaptif dan berkelanjutan, berpotensi untuk kemajuan dan keutamaan bangsa.
Tantangan terhadap Identitas,
Keragaman, dan Budaya
Dari sekian banyak elemen pembentuk keragaman, sudah tak sedikit yang luntur
dan bahkan punah. Ini adalah akibat dari pengelolaan yang tidak baik. Selain
itu, dari kekayaan perbedaan dapat menciptakan sumber konflik, terlebih konflik
suku, ras, agama dan golongan yang sering dipakai untuk memicu pertikaian dan
mengobarkan bara perpecahan. Walaupun bisa juga berasal dari ketimpangan
pemerataan pembangunan, keadilan dan kesejahteraan di masyarakat. Hal terakhir tersebut merupakan tantangan dari
dalam.
Selain itu, musuh daripada keragaman dan identitas Indonesia juga datang
deras dari luar, baik yang bersifat inklusif maupun ekslusif. Seperti yang
dijelaskan pada artikel ke 3 dan 4, bahwa munculnya berbagai gerakan dan
ideologi transnasionalisme, atau nasionalisme lintas negara, serta fenomena
kewarganegaraan global, memaksa Indonesia harus teguh mempertahankan kesatuan
dan nasionalismenya.
Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, memaksa Indonesia
dan manusia Indonesia harus bisa menjadi pemegang yang bijak. Menciptakan
masyarakat melek teknologi komunikasi dan informasi, sedang di sisi yang lain
tidak menjadikannya teralienasi dari manusia lain serta dirinya sendiri. Hal
ini penting dilakukan agar dapat menyiapkan diri menjadi bangsa yang tetap
memiliki karakter, nilai, dan kebersamaan sosial yang kuat.
Selain pesatnya perkembangan teknologi, transformasi juga banyak berubah
dan berevolusi pada arsitektur sains global. Sains dunia bergerak cepat di
bidang komuniikasi dan informasi, biomedis, neurosains, nanoteknologi, ilmu
sosial humanior dan menghasilkan berbagai produk teknologi dan penafsiran.
Sementara itu, atmosfer keilmuan Indonesia memburuk seiring dengan perjalanan
bangsa, orientasi panggung nasional sering didominasi pemikiran politik dan
ekonomi, berujung pada belum banyak dimanfaatkannya sains sebagai dasar
perumusan kebijakan publik yang dapat diserap dan dimanfaatkan oleh masyarakat.
Alienasi ketertinggalan sains Indonesia dari arsitektur sains dunia
mengalami penebalan dari tahun ke tahun. Budaya ilmiah dan pendidikan Indonesia
masih lemah dan menjadikannya tidak memproduksi sains untuk memacu kemampuan
dalam kompetisi global. Belum diketahuinya budaya sains yang ideal untuk Indonesia
yang bisa menjadi panutan bagi ilmuwan maupun masyarakat luas dalam berperilaku
dan mengembangkan ilmu pengetahuan menyebabkan alienasi ketertinggalan terhadap
arsitektur sains global.
Untuk memahami lebih dalam mengenai apa yang menjadi narasi dan wacana dari
buku ini serta menemukan dan memantik budaya ilmiah untuk Indonesia,maka mari
ikuti dan berkotribusi dalam kegiatan bedah buku SAINS45 pada pertemuan
berikutnya!
Salam Pergerakan!