Alangkah Lucunya Negeri Ini



“Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.”
Pasal 34 ayat 1 UUD 1945

 AlangkahLucunya Negeri Ini adalah sebuah film yang begitu menyadarkan saya yang selama ini terlalu apatis dengan negara tercinta ini. Film yang dibintangi Reza Rahardian sebagai tokoh sentral ini dilatarbelakangi ketidakadilan dan kemiskinan warga negara Indonesia. Film ini mengangkat kisah anak-anak pencopet dan keseharian mereka.

Alur Cerita

Muluk (Reza R.) adalah seorang sarjana manajemen yang sedang berusaha mencari pekerjaan ke sana ke mari, namun tak kunjung mendapatkan. Ia benar-benar depresi dan merasa tertekan. Ditambah lagi ayahnya, Haji Makbul (Deddy Mizwar) terus menerus menanyakan perihal kerjanya dan calon mertuanya, H. Sarbini (JajaMihardja) juga sering memojokkan dirinya yang masih pengangguran. Pada akhirnya kondisi seperti itulah yang membawanya hingga bertemu dengan anak-anak pencopet yang diasuh oleh Bang Jarot (Tio Pakusadewo).

Sebelumnya, Muluk melihat beberapa orang anak yang beraksi mencopet di pasar. Ia membuntuti salah satu dari mereka bernama Komet (Angga Putra) dan memarahinya karena ia hanya mencopet dengan mudah, sedangkan ia yang sarjana manajemen masih pengangguran. Jujur saja, Muluk merasa tersinggung. Ia pun mengikuti Komet dan diperkenalkan pada Bang Jarot. Ia diterima lantaran ingin mengelola para pencopet di sana dengan ilmu manajemen.
            
Awal yang sulit tentunya. Ia tidak serta merta disambut dengan baik oleh para pencopet muda itu. Di sana ada tiga kelompok copet yang beroperasi sesuai tempat, yaitu pasar, mall, dan angkutan umum. Kehadirannya jelas-jelas ditolak oleh ketua pencopet mall, Glen (Moh. Irfan Siagian). Namun, Muluk tidak serta merta menyerah begitu saja. Ia terus saja mencoba memberdayakan mereka agar menjadi pencopet yang lebih berkelas.

Selain menabungkan uang hasil copet mereka sebanyak 10% per hari dan membelikan motor untuk keperluan Muluk dalam mengurusi uang mereka, dia juga mengajak Samsul (Asrul Dahlan) dan Pipit (Tika Bravani) untuk mengajar mereka agar mereka bisa baca tulis dan tahu agama. Samsul adalah sarjana pendidikan yang pengangguran dan Pipit adalah anak pensiunan Kemenag. Memang susah mengajar mereka dan awalnya mereka berontak karena harus belajar dan harus mandi.
            
Muluk dan Samsul tak kehabisan akal. Ia menyemangati anak-anak dengan kata-kata jitu. Hal inilah yang saya suka dan membuat saya sadar dengan perkataan Muluk kepada anak-anak pencopet. “Orang berpendidikan ada juga mencopet, tapi mereka nggak nyopet dari dompet yang isinya terbatas. Mereka nyopet dari lemari, brankas, dan bank.” Lalu Si Samsul menambahkan kalau yang nyopet berpendidikan itu koruptor. Dengan semangatnya, anak-anak malah berteriak “Hidup Koruptor!!!” Hahaha... Bikin ngakak tapi ironis juga sih.
            
Alhasil mereka pun mau diajar, meski agak susah juga sih mengajar anak-anak yang bertemperamental keras, utamanya si Glen. Dia adalah anak copet yang paling berontak di sini. Yang lainnya sih bisa diatasi.

Datang lagi satu guru, Pipit. Awalnya ia syok, sama seperti Si Samsul pas di awal. Di sana ia bertugas mengajar ilmu agama hingga anak-anak mengerti sedikitnya tentang Islam dan sholat. Tujuan dari pendidikan Muluk and the genk adalah agar anak-anak mau meninggalkan pekerjaan mencopet dan jadi pengasong. Tidak lebih baik memang, tapi setidaknya sudah melakukan hal yang benar.
            
Di pembukaan atau ajakan awal dengan mengasong yang dimulai dengan enam kotak asong, ayah Muluk dan ayah Pipit serta haji Sarbini memaksa ikut. Akhirnya, tanpa punya pilihan Pipit mengijinkan dengan syarat nggak boleh komentar dan nggak boleh nanya.

Di sinilah konflik mulai muncul dan puncaknya Muluk and the genk harus meninggalkan anak-anak pencopet tadi. Ia dipaksa ayahnya untuk belajar nyetir mobil. Saat di jalan, ia papasan dengan Komet dan beberapa temannya yang memilih untuk mengasong. Sayangya, saat mengasong, mereka hampir saja ditangkap oleh kamtib yang sedang beroperasi. Si Komet dan teman-temannya tentu saja lari dan akhirnya Muluk malah ditangkap gara-gara mengaku pada kamtib kalau dia yang menyuruh mereka ngasong, daripada jadi pencopet.
            
Kalimat yang menyadarkan kita semua saat Muluk berbicara pada dua kamtib yang menangkapnnya. Begini nih kira-kira. “Seharusnya kalian menangkap para koruptor yang memiskinkan kalian! Bukan malah mereka yang ingin mencari rezeki halal! Mereka hanya ingin mencari rezeki halal, tidakkah kalian punya rasa belas kasihan?!”

Penilaian Terhadap Film
            
Secara keseluruhan film ini tergolong bagus, sangat bagus malah. Siapa pun saya sarankan menonton film ini karena film ini menyadarkan kita bagaimana kondisi kerabat kita di luar sana. Memang, sebagian wakil rakyat kita –yang seharusnya kitanya sebagai rakyat lebih kaya daripada mereka karena kita yang diwakili– malah lebih kaya dan masih merasa kurang kaya. Alih-alih lebih giat memperbaiki kehidupan rakyat yang sebagian besar cari makan aja susah, dengan tega mereka malah mengambil hak kita! Rasanya julukan koruptor tidak lagi membuat mereka malu, harus ada julukan yang lebih keji atau lebih bejat buat mereka. Tapi, yah, yang namanya orang kalap, mau dijuluki iblis sekalipun tetap saja nggak mempan.

Untuk peran orangtua, Ayah Muluk sebagai perwakilan para orang tua yang anaknya kuliah tapi masih pengangguran tentu saja merasa gelisah. Apalagi jurusannya begitu mentereng, manajemen. Paling tidak, harapan orangtua Muluk akan bekerja di suatu kantor. Namun, siapa yang tahu nasibnya jadi seperti itu.

Oh ya, untuk ayat 1 pasal 34 UUD 1945 itu sepertinya memiliki kesalahan bahasa sehingga tercipta kesalahan makna. Kata “dipelihara” di sini maksudnya memang diasuh atau dijaga atau dirawat oleh negara, tetapi pada kenyataannya, “dipelihara” di sini menjadi dibiarkan ada terus-menerus. Seperti kalimat ini, “Kucing Angora itu dipelihara oleh pamanku.” Nah, maksudnya di sini diasuh, dirawat dan dibiarkan ada kan????

Mungkin lebih baik kalau sebelum amandemen keempat dulu, kata “dipelihara”nya diganti jadi “disejahterakan” atau apalah yang sekiranya lebih cocok untuk manusia. Coba pikir kembali, masa kita (manusia) dipelihara?? (Aisyah SN/ A)


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama