Pernahkah
Anda mendengar, kisah nabi Sulaiman yang dengan tegas memilih ilmu ketika
ditawari tiga hal oleh Allah, antara harta, tahta, dan ilmu. Mengapa demikian?
Karena dengan ilmu, Nabi Sulaiman bisa menduduki jabatan dan memperoleh harta.
Itulah
kenapa Nabi menganjurkan umatnya mencari ilmu.
قالرسول الله صلى
الله عليه وسلم : طلب العلم فريضة على كل مسلم ومسلمة
Rasullullah
saw bersabda: “Menuntut ilmu wajib bagi kaum muslim laki-laki dan muslim
perempuan.”
Ilmu
yang dimaksud Nabi bukanlah ilmu yang bersifat umum, melainkan ilmu agama dan
ilmu yang menjelaskan tingkah laku sesama manusia, sedangkan ilmu pengetahuan
yang lain bersifat fardlu kifayah. Artinya cukup beberapa orang saja yang
mempelajari. Contohnya, seorang hamba Allah yang melaksanakan sholat,
diwajibkan untuk mengetahui ilmu tata cara sholat beserta rukun, sunah, hal
yang membatalkan, dan sebagianya yang berkaitan dengan sholat. Begitu pun
dengan ibadah haji, zakat, puasa, fiqih, dan ilmu terkait interaksi sesama manusia,
semisal menikah, adil, dermawan, dan sebagainya.
Keutamaan
ilmu
Ilmu
yang diajarkan oleh Allah kepada Nabi Adam telah mampu mengangkat derajat Adam
lebih tinggi ketimbang makhluk Allah yang lain. Jelaslah, bahwa manusia dengan
ilmu pengetahuan dapat meningkat derajatnya beberapa derajat di sisi Allah.
(Q.S Al Mujadalah:11)
Selain
mengangkat derajat, ilmu juga diberikan Allah agar manusia bertambah taqwanya
kepada Allah. Manusia juga diciptakan untuk menyembah sekaligus menjadi pemimpin
(khalifah) di bumi. Itulah kenapa manusia dibelaki ilmu pengetahuan, tak lain
agar mampu mengelola bumi dan isisnya serta menambah rasa tqwa kepada-Nya.
Syarat
Utama Memperoleh Ilmu
Di
dalam Kitab Ta’lim Muta’alim karya Syeh Azhar Mauzi , Imam Syafi’i menjelaskan
mengenai syarat utama menimba ilmu. Berikut 6 poin penting menimba ilmu agama
beserta penjelasannya.
الالاتنا ل العلم الا بستة * ساءنبيك عن مجمو عها ببيان
ذكاءوحرص واصطباروبلغة * وارشاداستاذوطولزمان
“Tidak akan berhasil seseorang dalam mencari ilmu kecuali dengan
enam syarat maka akan aku sampaikan kepadamu keseluruhan syarat-syarat tersebut
dengan jelas, cerdas, rasa ingin tahu yang tinggi, sabar, mempunyai biaya,
adanya petunjuk dari seseorang guru dan dalam waktu yang lama” (syara dalam Kitab Ta’lim Muta’alim)
1.
Cerdas
Allah telah memberikan
akal dan pikiran kepada manusia, hanya saja kapasitasnya berbeda-beda. Tak ada
manusia yang bodoh. Hal ini bergantung dari keteguhan dalam belajar serta daya
tangkap individu.
2.
Semangat
Tanpa rasa ingin tahu
yang tinggi, seorang murid tidak akan mendapatakan apa-apa meskipun guru dengan
sabar dan telaten mengajarkan. Rasa ingin tahu yang tinggi akan mendorong
seorang murid untuk berusaha dalam memperoleh ilmu.
3.
Sabar
Tidak ada yang namanya
pintar secara instan, kecuali memang dipilih Allah sebagai manusia super
istimewa. Akan ada banyak godaan dan rintangan yang melanda seorang pencari
ilmu. Maka, dibutuhkan kesabaran yang besar, meski kesabaran itu tidak semudah
mengatakan kata “sabar”. Sabar di sini juga berarti bahwa apa yang kita
pelajari harus benar-benar tuntas dulu, jangan terburu-buru mempelajari yang
lain jika memang belum paham.
4.
Biaya
Biaya sangat penting
dalam memperoleh ilmu. Tidak ada istilah gratis dalam menimba ilmu, sekalipun
sang guru bersedia tidak dibayar dan gedung sekolah pun tidak bayar.
Ketahuilah, bahwa buku dan beasiswa yang diberikan itu tentu membutuhkan biaya.
5.
Petunjuk guru
Sangat perlu belajar
didampingi oleh seorang guru agar kita mendapat arahan yang benar. Karena jika
seseorang mempelajari ilmu agama tanpa seorang guru, dikhawatirkan ia akan bingung
dan tak tahu arah.
6.
Waktu yang lama
Belajar adalah proses.
Sebelum kita menjadi seperti sekarang ini, tentunya kita melewati tahapan
sekolah dri yang kecil dulu hingga tingkat dewasa, tentulah hal ini memerlukan
waktu yang lama.
Nah,
demikian tadi yang dapat penulis bagikan. Ketika dalam pikiranmu terbesit
betapa sulitnya mencari ilmu, maka pikirkanlah betapa susahnya menjadi orang
bodoh. Seperti pepatah dari Imam Syafi’i
“Jika kamu tidak tahan terhadap penatnya belajar, maka
kamu akan menanggung parahnya (bahayanya) kebodohan.” (Aisyah)