Manusia, Media Sosial, dan Guoblokisme

Ilustrasi , sumber www.smeaker.com

Semakin hari, dunia kian mengalami kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan. Pada umumnya, perubahan tersebut bersifat konstan, namun pada beberapa waktu ia juga terjadi secara tiba-tiba atau tidak terprediksi.

Salah satu perubahan yang tak terduga itu adalah arah gerak media sosial di dunia khususnya di Indonesia. Menurut data dari berbagai sumber, jumlah pengguna media sosial di Indonesia kini mencapai angka 88,1 juta. Dari data tersebut, maka tidaklah heran jika belakangan ini bumi pertiwi bisa diguncang oleh konflik yang mencuat dari media sosial.

Tingginya konsumsi media sosial ini bisa kita pandang sebagai seorang teman yang bermuka dua. Di satu sisi, ia adalah pribadi yang suka menebar senyum, namun di sisi lain ia adalah sebuah sesosok penyebar gosip atau kebencian. Media sosial pun begitu, di sisi yang pertama ia adalah sebuah interpretasi dari kemajuan teknologi. Medsos memberikan kita begitu banyak manfaat seperti kemudahan akses komunikasi, murahnya biaya, dan fasilitas-fasilitas canggih yang tak bisa kita dapat dari sarana komunikasi lain seperti surat. Namun, walau memiliki banyak manfaat, media sosial juga memiliki sisi kelamnya tersendiri.

Statistik penggunaan media sosial


Salah satu dari efek buruk tersebut adalah maraknya hoaks yang terjadi di medsos. Kehadiran media sosial seakan-akan menjadi 'kuda tunggangan' bagi orang-orang penganut paham guoblokisme. Mereka memandang medsos sebagai ladang subur yang siap ditanami berbagai jenis kebencian.

Lewat medsos, gerakan propaganda mereka lebih mudah untuk dilancarkan. Gerilya bawah tanah mereka tak lagi diperlukan karena selain ketinggalan zaman, target yang terjangkit virus kebencian juga jauh lebih sedikit. Media sosial adalah sebuah jalan yang pada awalnya alternatif, namun berangsur-angsur menjadi jalan prioritas untuk menebar adu domba.

Apabila kita berselancar di media sosial, tentu sekarang dengan begitu gampang kita bisa menemukan berita hoaks maupun ujaran kebencian karena memang sudah ditebar dimana-mana. Begitulah cara para penganut paham guoblokisme dalam bekerja: menyebarkan secara massif tulisan hasil rekaan mereka, dan sayangnya kadangkala kita ikut tenggelam lalu menyebarkan berita dusta tersebut.

Cecungut-cecungut paham guoblokisme itu benar-benar paham tentang konsep bohong-benar. Dalam novel 1984, George Orwell pernah menyampaikan bahwa kebohongan yang dihembuskan terus-menerus, lama kelamaan akan dianggap sebagai sebuah kebenaran. Dan itulah apa yang mereka lakukan.

Penyebaran tulisan-tulisan nista itu terbukti mampu memecah belah bangsa. Ketika sekarang kita saling memelototi saudara sendiri, maka para penganut guoblokisme itu sedang tertawa terbahak-bahak. Ketika kita sedang saling sibuk membenci, maka mereka sedang tidur manis sambil memegangi perut yang kenyang terisi gaji setoran.

Bangsa Indonesia kini bagaikan telah jatuh ke dalam sebuah sumur yang dalam. Akan sangat tidak mungkin bahwa kita bisa naik ke permukaan tanpa bekerjasama dengan orang lain.

Perlu kita sadari, bahwa salah satu penghalang dari kerjasama bangsa adalah egoisme yang memuncak-muncak. Akibat dari berbagai adu domba itu, kini kita jadi merasa paling benar sendiri. Sekarang, kita seakan-akan hanya mencari dukungan untuk kebenaran kita, bukan mencari kebeneran itu sendiri. Padahal, untuk melawan berbagai bentuk fitnah dan kebencian, yang kita butuhkan adalah kebenaran bersama—bukan produk sebuah golongan.

Lalu bagaimana mencari itu? Mudah. Apabila kita mau merenung, maka kita akan menemukan pelbagai kesalahan pada diri kita sendiri. Kita sibuk bicara kebenaran ini dan itu untuk bangsa Indonesia. Padahal, Indonesia sudah memiliki kebenaran yang tepat, yaitu Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika yang dibawa dengan gagah perkasa oleh sang Garuda.

Agaknya, kita perlu belajar lagi soal kerukunan, persatuan, dan gotong royong. Mana Pancasila yang sudah kita hafalkan sejak sekolah dasar? Mana gaung lagu kebangsaan yang sering kita nyanyikan? Mana Indonesia?

Jawaban untuk tiga pertanyaan itu satu: semua itu ada dalam diri kita.

Lawan Guoblokisme!

Ditulis dalam keadaan lapar banyak ngantuknya. (Ahmad Abu Rifa'i/A)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama