Sudah menjadi tabiat manusia untuk
menyukai hiburan. Hiburan hanya dapat dicapai apbila kondisi tubuh dan
psikis tidak terganggu. Rutinitas dan beban kehidupan menjadi faktor yang
mendorong jiwa untuk mengupayakan relaksasi. Karenanya,setiap masyarakat
tertentu, kapan pun dan di mana pun, pasti memiliki sarana hiburan dan olahraga
sebagai bagian dari kehidupan mereka.
Terlihat ada kondisi kontras antara
usia seseorang dengan kecenderungan terhadap olahraga. Karena itu, olahraga
pada generasi muda menempati posisi dan penerimaan tersendiri yang berbeda pada
kaum tua. Lantas, bagaimana bentuk olahraga pada generasi muda sahabat?
Mari kita simak penuturan salah
seorang dari mereka, “Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengadu lari antara kuda-kuda yang belum dikuruskan, jaraknya antara jalanan di
lereng bukit hingga masjid Bani Zuraiq. Abdullah bin Umar sendiri biasa beradu
lari menggunakan kuda yang belum dikuruskan tersebut.”
Generasi muda sahabat yang selalu
rindu untuk ikut berjihad menyadari betul bahwa persiapan dan latihan adalah
sebuah keniscayaan. Karenanya, mereka mematuhi wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam,
أَ لاَ إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّ مْيُ أَلاَ
إِنَّ الْقُوَّ ةَ الَّ مْيُ
“Ketahuilah, bahwa kekuatan itu ada
pada melempar (anak panah). Ketahuilah, bahwa kekuatan itu ada pada melempar
(anak panah).”
Kecenderungan mereka pada olahraga
nabi juga terlihat pada kisah Salamah ketika ia meriwayatkan perang Dzi Qird,
“Ketika kami berjalan, ada seorang Anshar yang tidak bisa didahului
kecepatannya dalam berjalan. Ia berkata, ‘Tidakkah ada orang yang beradu cepat
sampai di Madinah denganku? Adakah orang yang bisa mendahuluiku?’ Ia terus
mengulangi ucapannya. Mendengar itu, aku berkata, ‘Tidak adakah orang mulia dan
terhormat yang kamu segani?’ Ia menjawab, ‘Tidak ada, kecuali Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam.’ Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, ayah-ibuku
menjadi tebusannya, biarkan aku beradu cepat dengan orang ini.’ Beliau
bersabda, ‘Jika kamu mau.’ Aku berkata, ‘Majulah.’ Aku tekuk kakiku lalu melompat
dan berlari. Aku hemat napasku, hingga (ia mendahuluiku) satu atau dua bukit,
agar nantinya aku tidak kehabisan napas. Kemudian, aku berlari di belakangnya
dengan tetap menghemat napas, hingga (ia mendahuluiku) satu atau dua bukit.
Lalu, aku percepat lariku, hingga berhasil menyusulnya tepat di belakang
tubuhnya. Akhirnya, aku berhasil mendahuluinya tiba di Madinah.”
Begitulah, olahraga dan program-program hiburan di kalangan generasi muda sahabat berkaitan erat dengan tujuan-tujuan luhur sekaligus menjadi aset dan bekal yang mendorong semangat dan kesungguhan. Bagi mereka, hiburan adalah sesuatu yang bisa menghantarkan kepada tujuan mulia. Mereka mengambil prinsip ini dari sabda Rasulullah,
لاَ سَبَقَ إِ لاَّ فِي نَصْلٍ أَوْ حَا
فِرٍأَوْ حُفِّ
“Tidak boleh (mengambil harta dari)
perlombaan, kecuali dalam (perlombaan) anak panah, binatang berkuku, dan
binatang bertapak kaki.”
Manakala olahraga bagi mereka adalah
sarana menuju tujuan mulia, maka mungkinkah olah ragatersebut menghalangi
mereka dari menunaikan kewajiban atau menjalankan ketaatan?
Ketika kita kembali mengarahkan
pandangan pada masa sekarang dan sedikit membuka lembar kehidupan generasi
mudanya, maka kita akan menemukan perbedaan mencolok antara olahraga di
kalangan mereka dan di kalangan pendahulu mereka, generasi muda sahabat. Betapa
kuatnya sepak bola mengikat hati pada penggilanya. Sepak bola merampas
waktu-waktu berharga mereka, dengan menontonnya, menyaksikan tayangan
pertandingan, membaca koran sebelum dan sesudah pertandingan, berdebat dan mendiskusikannya,
bergantinya emosi antara mendukung dan mencaci, serta menumpahkan semangat
untuk sesuatu yang tidak bersemangat. Apalagi, shalat-shalat yang terabaikan
serta munculnya perselisihan dan pertengkaran.
Kita juga menjadi mengerti rahasia
mengapa para musuh begitu gencar mempromosikan kesibukan ini di kalangan
generasi muda. Tujuannya adalah memalingkan mereka dari
permasalahan-permasalahan besar. Sudah saatnya generasi muda umat mengkaji
ulang biografi pendahulu mereka (salafush shalih).
Sumber: Biografi Generasi Muda
Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Muhammad bin Abdullah Ad-Duwaisy,
Zam-Zam, Cetakan 1, 2009.
(Shofiyullah)
Tags:
Opini