Ilmu dan Konsep Keberislaman

Oleh M. Shofiyulloh (Ketua Bidang Kaderisasi PMII Komisariat Al-Ghozali 2018/2019), pada Jumat  – 00:13 WIB

Sumber: Ashkan Forouzani Unsplasch.com

Dalam islam sudah sejak lama dibahas oleh para sahabat dan ulama tentang keutamaan mencari ilmu, hingga muncul hadist yang yang diriwayatkan Ibnu Majah tentang hukumnya menuntut ilmu:

“Menuntut ilmu hukumnya wajib bagi muslim maupun muslimah” (H.R. Ibnu Majah) .

Artinya jelas, bagi laki- laki maupun perempuan keduanya memilki kewajiban yang sama dalam menuntut ilmu, karena ilmu merupakan landasan dasar bagi manusuia untuk menjalankan amalan atau usaha yang akan dilakukan supaya tidak menjadi perkara yang salah dan menjerumuskan atau hanya sia- sia. Seperti yang sempat di katakan oleh Imam Al- Ghozali: "Ilmu tanpa amal adalah gila dan pada masa yang sama, amalan tanpa ilmu merupakan suatu amalan yang tidak akan berlaku dan sia- sia.". Keutamaan tentang pentingnya mencari ilmu ini ternyata pernah ada dalam cerita dimasa lampau, bahwa dahulu Nabi Sulaiman sempat diberi 3 pilihan oleh Allah SWT pilihan itu adalah (Ilmu, Harta, atau Tahta). Tentu saja Nabi Sulaiman memilih ilmu hingga akhirnya nabi Sulaiman bisa mencapai dua lainnya dengan ilmu, yakni tahta (menjadi raja), dan harta (kerajaan yang makmur).

Dalam kitab Ihya’ ulumuddin karya Imam Al Ghozali dibedakan menjadi dua berdasarkan hukumnya ilmu dipelajari, yaitu fardhu ‘Ain dan fardhu kifayah. Fardhu ‘Ain berarti mempelajari ilmu yang hukumnya wajib bagi setiap orang muslim, dalam hukum mempelajari hukum ini Sayyid Bakri Al Makki Ad Dimyati dalam kitab Kifayatil Atqiya’ menjelaskan tentang macam- macam ilmu yang hukumnya Fardhu ‘Ain untuk dipelajari, yakni Pertama ilmu yang mengesahkan aqidah; ilmu ini mempelajari tentang bagaimana menjadikan kepercayaan seseorang menjadi benar sesuai aqidah yang dianut oleh ulama-ulama Ahlusunnah wal Jama’ah, dengan mempelajari dan memahami ilmu aqidah ini, menurut kitab sanusiyah ummul barahin karya syeh Muhammad Ibnu Yusuf as Sanusi, seseorang akan terjaga dari aqidah-aqidah yang rusak dan tidak benar seperti arqidah Qodariyah, Jabariiyah, Mu’tazilah, dan yang baru adalah Wahabi. Kedua ilmu yang menjadikan sah ibadah, dalam hal ini dicontohkan dengan ilmu fiqih atau ilmu yang memberikan pengetahuan tentang hukum syariat bagaimana semestinya seseorang muslim beribadah kepada Allah SWT. Yang kemudian sumbernya disandarkan kepada empat imam Madzhab yaitu imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i, dan terakhir Imam Hambali. Atas rekomendasi kitab Fathul Qorib karya syech Muhammad Ibnu Qosim Al Ghozi bahwa mayoritas orang Indonesia khususnya NU menggunakan madzhab Imam Syafi’i sebagai pacuan dasar mereka beribadah. Ketiga ilmu yang menjadikan hati bersih atau ilmu tasawuf, yang mempelajari bagaimana menjadi manusia yang kaffah dalam beragama dengan akhlaq yang baik. Karena sesunggunya manusia itu diciptakan untuk mempuyai akhaq yang baik, seperti yang disabdakan Rasulullah yang artiya “sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang luhur” H.R Imam Bukhori Wal Ahmad. Seorang muslim dituntut untuk menjadi seorang pribadi yang memiliki kapasitas dalam ilmu dan tidak melupakan akhlaq untuk menghiasi prilakunya.

Tiga ilmu yang wajib dipelajari diatas telah sesuai dengan konsep keberislaman yang diajarkan oleh Rasulullah. Dan sudah sesuai dengan tiga hal yang ditanyakan malaikat Jibril as terhadap Rasulullah yaitu tentang Iman, Islam, dan Ihsan. Iman yang berarti meyakini dengan percaya, islam berararti sesuai dengan syariat, dan ihsan atau sesuai dengan konsep ilmu membersihkan hati untuk mencapai akhlaqul karimah. Jadi tidak ada pertentangan atau perbedaaan antara tiga ilmu yang dirumuskan oleh Sayyid Bakri Al Makki Ad Dimyati dalam kitabnya Kifayatul Atqiya’ dengan tiga konsep yang ditanyakan malaikat jibril kepada Rasulullah.

Kemudian bedasarkan hukum untuk dipelajarinya ilmu yang kedua adalah fardhu kifayah atau ilmu yang dalam hukum wajibnya menjadi gugur jika sudah ada yang mempelajari sedikitnya satu orang. Pengelompokkan ilmu ini biasa berkaitan dengan kebutuhan ilmu untuk kehidupan di dunia, seperti matematika, geografi, kedokteran, keolahragaan, sosial budaya, dan lain sebagainya yang memiliki sifat umum untuk dipelajari.

Dalam kitab Ta’lim Al-Muta’allim oleh Syaikh Az-Zarnuji, niat mencari ilmu khususnya ilmu agama setidaknya mencakup hal-hal berikut: Niat mengharapkan Ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala, untuk menggapai kebahagiaan akhirat, membasmi kebodohan bagi dirinya dan kebodohan orang-orang disekitarnya, menghidupkan agama, dan untuk menjaga keberlangsungan (kekekalan) agama. Selain niat Sayyidina Ali bin AbiTolib memberikan 6 hal sebagai modal bagi pencari ilmu:

a. Zakain (cerdas), cerdas disini bukan berarti kepandaian atau kepinteran, melinkan kecermatan, kejelian, kreativ dalam memlilih suatu hal (ilmu dan guru)

b. Hirsin (bersungguh-sungguh), dalam menutut ilmu harus bersugguh-sugguh, jangan malas ataupun ragu. Karena usaha tidak akan pernh menghianati hasil.

c. Isthibarin (sabar), dalam mencari ilmu dibutuhkan kesabaran.sabar dalam belajar, sabar dalam ujian. Imam syafi’i perah berkata “barang siapa yang tidak bisa menahan lelahnya belajar, maka akan mendapatakan hinanya kebodohan”

d. Bulghotin (biaya), dalam mencari ilmu dibutuhkan bekal atau biaya yang banyak

e. Irsyadi ustadzin (Bimbingan guru), seorang guru ini menjadi bagian penting dalam menuntut ilmu, karena darinyalah kita akan mendapatkan ilmu. Jangan sekali-kali mencari ilmu dengan otodidak (lebih-lebih ilmu agama) karena akan membahayakan.

f. Thuli zamani (waktu yang lama), dalam menuntut ilmu butuh waktu yang lama, tidak mungkin didapat secara instan da sesaat.

Sebegitu kempleks dan luasnya ilmu ini untuk diselami agar menjadi dasar bagi manusia menjalankan kehidupannya. Maka ilmu ini ternyata juga ditemukan dalam ranah organisasi mahasiswa, atau PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam indonesia) yang merupakan organisasi kemahasiswaan kampus, dengan tujuan “membentuk pribadi muslim yang bertakwa kepada Allah Swt, berbudi luhur, berilmu, cakap, dan bertaggung jawab dalam mengamalkan ilmuya serta komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia”.

Ilmu ini begitu dekat dengan pergerakannya, PMII merepresentasikan 3 konsep keberislaman dalam tri motto perjuangannya, yakni dzikir, fikir, dan amal sholeh. Yang kemudian jika diurai sesuai tiga konsep yang dirumuskan oleh Sayyid Bakri menjadi: dzikir sebagai representasi aqidah atau keyakinan agar selalu mengingat Allah tanpa mempercayai keberadaan-Nya. Kemudian Fikir sebagai konsep fiqih untuk selalu mencari tau hal- hal yang berkaitan dengan hal-hal yang hukum syari’at islam. Dan amal sholeh sebagai representasi usaha untuk membersihkan hati dengan perbuatan.

Jadi konsep keberislaman telah masuk dan mendiami jiwa dalam PMII sebagai miniatur kehidupan mahasiswa khususnya yang ada di Indonesia.


Editor: Ahmad Soleh

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama