Soleh Ritual dan Soleh Sosial

Oleh Mohamad Fakih Ma'arif (PMII Rayon Garuda, Komisariat Al-Ghozali Semarang) pada Jumat - 18.32 WIB

GADIS CERDIK (Garuda diskusi cerdas mendidik) pada 9 September 2020 secara daring.

Pemantik: Rizki Aula

Moderator : Mohamad Fakih Ma’arif

Kehidupan manusia di dunia tidak hanya berhubungan dengan Allah (hablum minallah) semata, tetapi juga hubungannya dengan manusia (hablum minannas), dan lingkungan atau alam (hablum minal alam). Kasih sayang manusia terhadap sesama dan lingkungan atau alam sekitar merupakan perwujudan tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi (khalifah fil ardh).

Parameter kepekaan sosial dinilai dari banyak aspek, salah satunya yaitu seberapa ia peduli dan menjadi solusi atas permasalahan masyarakat, contoh kecil saja ketika menjadi marbot/takmir atau dalam bahasa daerah disebut modin yang keberadaannya di masyarakat amat dibutuhkan akan tetapi tidak jarang kebutuhnnya di masyarakat tak jarang sulit mencari regenerasinya.

Konsep saleh sosial sedikit banyak berkaitan dengan saleh ritual dalam konteks bergaul dengan sesama dan beribadah pada sang khalik. Tentu sudah mafhum, jika ibadah dapat memberikan pahala atau amal kebaikan. Ada beberapa fenomena menarik dalam kehidupan bersosial yang berkembang akhir-akhir ini seperti klepon yang disalah artikan, saling menghujat antar sesama manusia, isu kekerasan mengatas namakan agama massif. Mungkin, itu hanya salah satu indikator bahwa masyarakat memang perlu mengetahui bagaimana agama mengatur spesifik terhadap pergaulan sosial.

Pergaulan yang baik ialah melaksanakan pergaulan menurut norma-norma kemasyarakatan yang tidak bertentangan dengan hukum syara’, serta memenuhi segala hak yang semestinya diterima. Islam adalah agama yang dilandasi persatuan dan kasih sayang. Kecenderungan untuk saling mengenal di antara sesama manusia dalam hidup dan kehidupannya, merupakan ajaran Islam yang sangat ditekankan. Islam bukan agama yang didasarkan pada hubungan liar yang tidak mengenal batas, tetapi Islam mempunyai garis hidup yang konkret dalam batasan-batasan hidup bermasyarakat.

Dalam beberapa dekade ini, kasus kekerasan dengan mengatasnamakan agama juga sering terjadi, terlebih di era media sosial yang digandrungi banyak orang, sesuatu yang salah bisa dibenarkan dengan menghegemoni informasi bahwa tindakan yang salah dianggap benar dengan beberapa argumen pendukung. Tindakan seperti ini memberikan gambaran bahwa semakin mengaburkan peran agama sebagai penyempurna akhlak manusia, dengan kata lain agama memberikan aturan-aturan yang begitu detail dalam kehidupan manusia, terlebih agama Islam. Ironisnya, pelaku yang melakukan kekerasan atas nama agama, selalu menampilkan identitas sebagai orang yang taat dalam menjalankan ritual agama. Kegelisahan-kegelisahan tersebut kemudian direspon oleh ulama kenamaan KH. Mustofa Bisri dalam bentuk karya buku. Dalam kumpulan tulisan ini, beliau memberikan sebuah tindakan bagaimana kita tidak hanya saleh secara ritual tetapi juga salah secara sosial. Ungkapan Gus Mus juga memberikan perhatian bagaimana proses saleh sosial itu muncul, “ketika seorang hamba menyayangi makhluk Allah di bumi, maka penduduk langit juga akan menyayanginya”, begitu kira-kira isi cuitan di akun media sosial beliau. Dalilnya sudah jelas Hanya mereka, hamba-hamba Allah yang penyayang yang disayangi oleh Allah,” [Shahih: HR. Bukhâri (no. 1284), Muslim (no. 923), Abu Dâwud (no. 3125), dan lainnya dari Usamah bin Zaid Radhiyallahu anhu].

Selain itu, secara garis besar pergaulan itu dapat dilihat dari beberapa lapisan. Lapisan pertama, mereka yang usianya lebih tua, dengan indikator orang tersebut lebih banyak ilmunya atau banyak ibadahnya. Maka hendaknya dalam memandang mereka, kita berperasaan bahwa mereka mempunyai keutamaan, dan kepada merekalah kita memberikan penghormatan yang semestinya. Lapisan kedua, ialah mereka yang usianya setara (seusia). Meskipun usia mereka setara dengan kita, bisa jadi mereka lebih tinggi budi pekerti, amal baiknya dan kesalehan dalam berprerilaku di masyarakat. Lapisan ketiga, mereka yang lebih muda usianya daripada kita. Meskipun  golongan ini lebih muda, kita harus tetap menghormatinya secara wajar, karena belum tentu yang lebih dewasa lebih baik sikap, perilaku dan ibadanya dibandingkan dengan yang muda.

Beberapa amalan yang dapat dilakukan dalam konteks adab pergaulan dalam Islam, antara lain seperti:

1. Mengucapkan salam

2. Memilih teman dalam bergaul

3. Mencintai teman karena allah

4. Saling tolong menolong

5. Saling menghormati hak teman

6. Menjauhi hal yang menimbulkan keburukan

7. Menjaga keharmonisan hubungan pertemanan

Tentunya masih berlanjut sebuah contoh panutan (uswatun khasanah), dalam saleh sosial dan ritual, dengan membicarakan Gus Mus, dengan kesalehan ritual mereka menunjuk perilaku kelompok orang yang hanya mementingkan ibadat mahdlah, ibadat yang semata-mata berhubungan dengan Tuhan untuk kepentingan sendiri. Padahal semuanya tahu hablum minallah hablum minannas hablum minal alam yang telah disinggung di awal. Bagi kaum nahdliyyin yang ngaji atau mendengarkan ceramah dari Habaib maupun Kyai mengenai bagaimana Nabi Muhammad SAW sholat, berpuasa, berkehidupan sosial beserta ibadah lainnya dengan baik, niscaya tidak akan ragu-ragu lagi akan ajaran yang memperlihatkan kedua aspek tersebut yaitu soleh ritual dan soleh sosial.


2 Komentar

Lebih baru Lebih lama