Resensi Buku “Maleh Dadi Segoro”

Oleh Achmad Wahyu Khoirudin (Ketua Biro Sosial Politik PMII Komisariat Al-Ghozali Semarang 2020-2021) pada Rabu - 16.00 WIB

                Judul                     : Maleh Dadi Segoro

                Penulis                  : Bosman Batubara, dkk

                Penerbit                 : Lintas Nalar, CV

                ISBN                     : 978-623-7212-42-3

                Ukuran                 : 14,5x 20,5 cm

                Halaman              : 188

                Harga                    : 79.000

                Tahun                   : 2020

 

Buku “Maleh Dadi Segoro: Krisis Sosial-Ekologis pesisir Semarang-Demak” secara umum menjelaskan krisis sosial-ekologis yang terjadi pada pesisir Semarang-Demak yakni ekstrusi air, Amblesan Tanah, banjir/rob, dan abrasi pantai. Fenomena krisis ekologis ini bisa dilihat sebagai permasalahan dalam konteks yang saling berkaitan dan menjadi satu kesatuan krisis yang terjadi di wilayah tersebut. jika dilihat dari konteks lain, permasalahan bukan hanya menjadi krisis ekologis saja melainkan sangat berkaitan dengan suatu mode interaksi yaitu kapitalisme. Hal ini juga diperkuat dengan pandangan bahwa wilayah Pesisir Semarang-Demak yang disebut sebagai wilayah mega komoditas. Dimana komoditas yang dimaksud adalah ruang, buruh, tanah, perumahan real estate, pabrik, dan lain-lain. Hal itulah yang diyakini menjadi penyebab utama krisis sosial-ekologis yang ada di wilayah Pesisir Semarang-Demak.

Cara kerja dari penulisan buku ini yaitu dengan tras-disipliner yang berarti melibatkan elemen elemen masyarakat dan menempatkanya sama dengan pendapat pejabat/ilmuan dan kolaborasi antara akademisi dan NGO. Serta dengan cara berjalan sambal bikin jalan yakni berangkat dari rasa ingi tahu, konsolidasi, membuat workshop dll berupa proses-proses sosial-ekologis dan inisiatif seperti apa yang telah, sedang, dan akan berlangsung; dan kondisi/dampak sosial-ekologis seperti apa yang menyertai inisiatif tersebut terutama kepada kelompok dengan kekuasaan yang relatif kecil seperti masyarakat pesisir yang tinggal di KPSD?

Dalam buku ini juga dijelaskan Kerangka teori: krisis sosial-ekologis dan proyek strategis nasional, dimana Krisis Sosial-Ekologis berupa Kapitalisme sebagai penggerak utama krisis hari ini. Pertama, ekspansi kapitalisme tidak hanya bersifat “sosial” (pencurian nilai-lebih buruh), tapi juga “ekologis” (apropriasi air tanah). Kedua, dialektika dua faktor penggerak (1) eksploitasi buruh dan apropriasi non- buruh; (2) ada relasi-ekologis yang mendorong krisis.

PSN sebagai “konsep”, bukan “proyek” , hal ini merupakan usaha untuk membuka jalan bagi arah baru konsentrasi kapital di daerah tertentu. TTLSD akan menghubungkan Kawasan Industri Kendal (KIK), Jateng Industrial Park Sayung (JIPS), dan proyek komersial perumahan real estate.

Kerangka operasional menyorot tentang permasalahan yang terjadi di Pesisir Semarang-Demak yakni ekstraksi air tanah, amblesan tanah, banjir/rob, dan abrasi pantai, dimana Keempat hal tersebut saling berhubungan. alur logikaya yaitu ekstraksi air tanah seringkali disebut sebagai penyebab terjadinya amblesan tanah terutama di daerah utara Semarang, membuat daerah tersebut semakin rawan terhadap bencana banjir yang datang dari laut (rob) serta arus laut pada gilirannya menyebabkan abrasi pantai, Ekstraksi air tanah pada 8 kawasan industri, PDAM memiliki peran besar terhadap amblesan tanah karena pori pori tanah yang seharusnya diisi oleh air tanah(Aquifer) menjadi kosong dan akhirnya tanah memadat (ambles), selain itu tanah dengan tipe sedimen muda, juga dibebani bangunan/konstruksi, dan adanya pelabuhan dan aktivitas pengerukan menambah amblesan tanah terjadi secara cepat. Karena adanya amblesan tanah Banjir/rob terjadi. Banjir di Semarang terdapat tiga jenis yakni (1) banjir yang terjadi karena adanya air yang dikirim dari arah hulu dan mengalir ke Kota Semarang bagian bawah; (2) banjir yang terjadi karena adanya hujan lokal di dalam kota. Hal ini terjadi karena baik kemampuan permukaan kota untuk menyerap air yang semakin hari semakin berkurang, juga karena daya tampung saluran-saluran drainse di dalam kota terlampaui; (3) Banjir jenis ketiga yang cukup sering terjadi di Semarang bagian utara adalah banjir yang terjadi karena pasang air laut, atau sering disebut dengan banjir rob. Abrasi akan terjadi jika pembangunan TTLSD, bangunan menjorok ke laut, reklamasi bandara/Pelabuhan dilakukan , hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan arus laut,

Kerangka empiris dalam buku ini berfokus pada Proyek TTLSD yang sedang diwacanakan sebagai PSN oleh pemerintah. TTLSD menjahit mega komoditas KPSD (ruang, kawasan industri, buruh, air tanah, real estate, produk pabrik, dan lain-lain) dan TTLSD dianggap sebagai solusi terhadap banjir rob dan sekaligus kemacetan yang terjadi di kota semarang-demak. Selain itu Bedah Andal TTLSD juga digunakan dalam mengidentifikasi kelemahan-kelamahan ANDAL yang menghasilkan 6 poin penting yaitu : (1) analisis sempit; (2) Konsultasi publik tidak melibatkan kelompok kritis; (3) Potensi perubahan arus laut, amblesan tanah, dan kesejarahan banjir rob di Semarang; (4) Akan hilangnya mata pencaharian petambak udang; (5) Hilangnya akses masyarakat terhadap kawasan sempadan pantai; (6) Tidak detil dalam hal sumber material urugan (belakangan diketahui lokasinya di lepas pantai Jepara). Dalam Merespon kelemahan Andal TTLSD Penulis melakukan upaya penelitian cepat dengan salah satunya dengan Susur Pantai & wawancara nelayan Tambak Lorok. Dari sini muncul term “Maleh dadi Segoro” dari warga yang dijadikan sebagai judul dalam buku ini.

Sintesis Kegiatan Susur Pantai memperlihatkan bagaimana orang seperti Enem yang bekerja serabutan sebagai nelayan ataupun kuli bangunan, memiliki analisis yang “serupa” dengan pakar seperti Nelwan dimana mereka sama-sama melihat bahwa salah satu penyebab dari amblesan tanah di kawasan Demak (untuk Enem) dan Semarang-Demak (untuk Nelwan) adalah aktivitas pengerukan reguler di daerah pelabuhan Tanjung EmasSolusi yang didorong justru adalah masalah itu sendiri (pembebanan, perubahan arus laut, dst). TTLSD berpotensi makin memproduksi dan mereproduksi krisis sosial- ekologis di pesisir Semarang-Demak.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama