Pembebasan Lahan Untung atau Buntung?

Oleh Bidang Eksternal ( PMII Komisariat Al-Ghozali Semarang) pada Rabu - 16.00 WIB



Leaflet Diskusi Isu Strategis 1

Masyarakat Indonesia sempat digemparkan dengan kasus pembebasan lahan di Tuban, Jawa Timur. Pembebasan lahan tersebut akan diproyeksikan oleh PT. Pertamina (Persero) sebagai New Grass Root Refinery Tuban (NGGR Tuban). Adapun New Grass Root Refinery Tuban bertujuan untuk meningkatkan produksi dengan penambahan kapasitas menjadi 300.000 barel/ hari. 

Banyak media massa yang menggambarkan masyarakat setempat menerima adanya pembebasan lahan. Meski demikian, penting untuk mengkaji secara mendalam terutama pada aspek sosial. Dalam konteks pemabanguan talang minyak baru di Tuban, keberdaan NGGR Tuban akan menganggu kelangsungan dari aktivitas masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani. Alhasil, mereka tidak lagi menempati ruang hidup yang sudah lama mereka kerjakan selama bertahun-tahun. 

Hal ini juga berdampak pada pola kebiasaan baru pada masyarakat di Desa Sumurgeneng, yakni konsumtif. Pola kebisaan baru tersebut tentu tidak lahir dengan sendirinya, kebiasaan baru lahir dari adanya kesepakatan antara warga setempat dan pihak Pertamina atas penjualan tanah. Dari kesepakatan itu, masyarakat desa menerima uang yang diperoleh dari hasil pembebasan lahan. Adapun nominalnya mulai 25 juta, tetapi rata-rata masyarakat menerima 8 miliar. Hal ini kemudian menuai pertanyaan apakah dengan adanya kebiasaan baru ini, juga dibarengi dengan perubahan pola pikir? Sehingga, tidak mengherankan jika masyarakat dalam satu desa memperoleh status baru sebagai orang kaya baru, tidak mengherankan jika mereka mencari tanah baru, membangun rumah, serta membeli mobil secara bersamaan antara satu sama lain. 

Selanjutnya, keberdaan NGGR Tuban telah mendorong masyarakat pada babak baru, di mana mereka mempunyai kecenderungan meniru prilaku orang lain (demonstration effect). Meski demikian, kehadiran demonstration effect, seperti membeli mobil mewah, sebenarnya hanya eksistensi simbolik yang menunjukan bahwa mereka merupakan orang kaya atau orang menengah ke atas. Artinya, terdapat perubahan stratifaksi sosial pada masyarakat Desa Sumurgeneng, Tuban. 

Sebenarnya dalam pembanguan apapun itu, yang direncanakan oleh pemerintah selalu tentu menyeruhkan kesejahteraan dan pemerataan; sebagaimana yang dilakukan negara dunia ketiga, seperti Indonesia. Sehingga, tidak selalu apa yang menjadi rencana pemerintah dalam proses diterima dengan baik oleh masyarakat. Menurut Abdullah dan Mulyanto (2019); Cusdiawan (2020) mengungkapkan bahwa lantas bagaimana dengan mereka, yakni masyarakat yang tersingkir. Tentu mereka akan menilai bahwa proses yang dicanangkan pemerintah hanya sebagai peminggiran, di mana warga setempat tidak memperoleh manfaat dari adanya itu. oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila hanya dijadikan sebagai penonton, hal ini berarti apa yang dilakukan pemerintah mereka anggap sebagai penghancuran dari pada pembangunan.

Jika dilihat dari segi ekonomi adanya aktivitas pembangunan dan penyediaan lahan untuk pembangunan di tuban memiliki pengaruh terhadap kondisi Ekonomi masyarakat baik berpengaruh positive maupun Berpengaruh negative.

Dalam sebuah pembangunan yang membutuhkan tanah pada umumnya memiliki dampak ekonomi berupa adanya ketidaksesuaian yang dirasakan masyarakat mengenai tetapan Nilai ganti rugi, Akan tetapi pembebasan lahan yang terjadi di Tuban termasuk kasus yang menarik, dimana  Tetapan nilai ganti rugi sebanding bahkan lebih banyak dari harga jual tanah di daerah sana. kita ambil contoh salah satu masyarakat Tuban yang menerima kompensasi atas pembebasan lahan bernama Nurul, ia menerima kompensasi sebesar 18 Miliyar atas 2,7 hektar tanahnya yang artinya kompensasi tanah yang diberikan yaitu Rp 666.666,-/m ini merupakan harga yang sebanding dengan harga jual tanah di daerah tersebut. Sehingga pembebasan lahan ini mempengaruhi kondisi sosial ekonomi mereka. Dampak positif yang Terjadi berupa naiknya status ekonomi masyarakat Tuban yang pada awalnya mendapatkan penghasilan Rp 200.000,- /bulan dari hasil pertanian kini menjadi miliyader, hebat buka ??. Bahkan bukan hanya itu saja masih banyak dampak positif yang di terima oleh masyarakat salah satunya yaitu terjaminnya pendidikan anggota keluarga pemilik Namun, apabila kita kaji lebih jauh lagi hal ini berpotensi menjadi dampak negatif yang tidak di sadari oleh masyarakat yang sedang menerima uang dalam jumlah banyak yakni penurunan pendapatan dimana setiap bulanya mereka mendapatkan uang dari hasil bertani kini mereka sudah tidak mendapatkan lagi karena tanahanya sudah di jual, pergeseran mata pencaharian yang awalnya masyarakat menjadi petani kini disibukkan dalam mencari pekerjaan, dan yang paling berbahaya adalah menurunnya Tingkat kekayaan hal ini dilakukan karena masyarakat yang begitu senangnya mendapatkan uang sehingga pola konsumtif dari masyarakat sangat tinggi dan secara tidak sadar harta kekayaan mereka menurun, hal ini dibuktikan dengan adanya fenomena membeli mobil baru satu kampung dari uang hasil pembebasan lahan, dan bukan hanya 1 bahkan ada yang langsung membeli 2-3 mobil sekaligus, padahal mobil merupakan barang yang harga jualnya relatif menurun setiap tahunya. 

Sehingga perlu adanya edukasi atau ada sebuah pelatihan khusus dimana masyarakat dapat memanfaatkan uang yang banyak tanpa mengurangi harta kekayaan pemiliknya, misalkan dijadikan sebagai modal usaha atau membeli perlengkapan baru untuk menunjang kegiatan jasa lain untuk mengganti mata pencaharian petani yang sudah tidak dapat dilakukan karena tanahnya sudah di jual.

Untung atau buntung?

Berbicara untung atau buntung dari sebuah pembebasan lahan selalu meyisakan perdebatan dan perbedaan pendapat di masyarakat, ada yang menganggap pembebasan lahan itu menguntungkan sampai-sampai muncul istilah ganti untung,dan ada juga yang menganggap pembebasan lahan itu menguntungkan namun sesaat, juga ada yang berpandangan hal tersebut sama sekali tidak menguntungkan.

Jika kita melihat case  pembebasan lahan di Dusun Pomahan,Tuban, pembebasan lahan yang terjadi disana sangatlah luar biasa,pembebasan lahan ini menghiasi headline berita-berita nasional dengan bermacam judul salah satunya adalah masyarakat desa Pomahan satu kampong bersama-sama memborong mobil mewah. Hal tersebut terjadi akibat dari pembebasan lahan oleh PT Pertamina ,yang mana nilai pembebasan lahannya sangat fantastis dari 8 Milyar s/d 24 Milyar .

Secara sekilas pembebasan lahan dengan nilai fantastis itu terlihat sangat menguntungkan bagi masyarakat yang lahannya dibeli oleh Pertamina itu, mungkin keuntungan sesaat tersebut juga bisa melupakan masyarakat bahwa lahan yang dibebaskan tersebut merupakan alat produksi utama masyarakat untuk bisa mandiri dalam hidup. Dalam teori akumulasi primitive marx, hal ini merupakan salah satu cara kaum kapital untuk memisahkan masyarakat dari alat produksinya, yaitu tanah. 

Mungkin dalam 5 tahun ke depan apabila masyarakat tidak mampu benar-benar mengelola uang dari pembebasan lahan tersebut dan terus berperilaku konsumitf sampai habis tak tersisa, justru akan menjadi boomerang dikemudian hari, yang semula masyarakat itu dapat hidup secara berkecukupan dari hasil penggarapan lahan miliknya yang dibebaskan itu,kemudian setelah dibebaskan masyarakat tidak punya lahan sebagai alat produksi, jika masyarakat tidak memikirkan masa depan dan menginvestasikan uangya dalam bentuk tanah lagi,atau investasi lainnya atau dalam bentuk investasi pendidikan untuk anak keturunannya,maka yang terjadi adalah bahwa masyarakat yang dibebaskan lahannya itu serta anak cucunya akan menjadi buruh di lahan yang “dahulu” miliknya yang kemudian setelah dibebaskan oleh pertamina menjadi kilang minyak. Kalau begitu pembebasan lahan akhirnya juga berdampak buntung bagi masyarakat.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama