Oleh M. Rizal Akbar Maulana pada 07 November - 11.31 WIB.
Lakon Bambang Cakil, adalah
satu dari sekian banyak kisah dalam pewayangan Jawa. Lakon ini menceritakan kepahlawanan Arjuna sebagai perlambang
Dharma (kebaikan) melawan Cakil yang menjadi perlambang kebatilan. Namun,
apabila saya mengatakan bahwa Cakil adalah putra Arjuna
apakah anda percaya ?
Lho
? Kok bisa ? Bukankah dalam lakon wayang Bambang Cakil tadi, ia selalu
dipertarungkan dengan Arjuna ? Iya,
memang sebenarnya secara tidak langsung Cakil hendak
menuntut balas pada Arjuna yang tidak mengakuinya sebagai anak (bahkan
menelantarkannya sedari bayi).
Mengapa begitu ? Bukannya Arjuna adalah tokoh yang baik dan berjiwa ksatria ?
Arjuna
memang dikenal sebagai ksatria yang tampan, sakti, bijak dan baik budi
pekertinya. Sayang, tokoh ini tidak selalu bertindak bijak saat jatuh cinta. Kadang, demi mendapakan cinta seseorang,
dia rela melakukan segala cara.
Usaha yang (sayangnya lagi) sering
sekali tidak berhasil.
Alkisah, dulu waktu muda, Arjuna berguru
pada Resi Drona seorang brahmana sakti yang luas pengetahuannya di padepokan
Sokalima, yang mana disana
juga banyak Raja dan Ksatria yang berguru pada Resi Drona. Satu dari sekian
banyak Raja yang ingin belajar padanya adalah Prabu Palgunadi (Raja
Paranggelung). Namun setiap kali ingin melamar menjadi murid di Sokalima, Prabu Palgunadi selalu ditolak. Meski begitu, Prabu Palgunadi
tidak putus asa, dia pulang ke istananya kemudian mendirikan tenda di dekat
hutan Sokalima ditemani Anggraini, istrinya yang cantik. Palgunadi membuat
patung Resi Drona dan berlatih didepannya seolah-olah ia diajar langsung olehnya.
Kabar ini kemudian sampai ke
telinga Resi Drona dan Arjuna. Kemudian di adulah dua jago panah yang sama-sama
‘mengaku’ berguru pada Resi Drona tersebut. Tak disangka, Arjuna kalah, ini
membuat Arjuna tersulut amarah dan melakukan playing victim dan memprovokasi
Resi Drona untuk menyingkirkan Palgunadi dengan cara apapun. Karena Resi Drona
adalah orang suci yang selalu berusaha menjaga nama baik perguruan Sokalima,
iapun menyetujuinya. Resi Drona kemudian meminta Prabu Palgunadi memotong jari
manisnya yang terdapat cincin sakti ‘Mustika Ampal’ sebagai persembahan untuknya.
Karena rasa hormat dan takdzimnya yang luar biasa, Prabu Palgunadi menuruti
permintaan Resi Drona yang dianggap sebagai gurunya. Singkat cerita, terjadilah
adu tanding ulang antara Arjuna dan Prabu Palgunadi. Naas, Palgunadi Tewas di
tangan Arjuna dengan segala kelicikannya.
Tidak cukup sampai disitu,
Arjuna juga menginginkan janda Prabu Palgunadi (Dewi Anggraini) untuk menjadi
istrinya. Dengan alasan hendak mengantar Dewi Anggraini pulang, Arjuna memiliki
kesempatan untuk mendekati Dewi Anggraini. Sial bagi Arjuna, karena ternyata
Dewi Anggraini begitu setia dengan suaminya, ia lebih memilih mati daripada
menjadi istri orang lain. Segala bujuk rayu Arjuna yang katanya tampangnya luar
biasa tampan itu tak mempan pada Anggraini yang pendiriannya amat teguh.
Akhirnya, setelah segala
usahanya nihil, habislah kesabaran Arjuna. Dengan paksaan, ia melakukan
pelecehan kepada Dewi Anggraini, dengan penuh nafsu Arjuna memperkosa Dewi
Anggraini dan meninggalkannya ditengah hutan dalam keadaan hamil. Setelah kejadian
itu hidup Dewi Anggraini sangat menderita, ia diliputi kebencian dan dendam
kesumat pada Arjuna. Setelah berhasil melahirkan bayinya, Dewi Anggraini
meninggal dunia, rohnya disambut roh Prabu Palgunadi di kayangan. Sejak itulah
dewi cantik ini menjadi simbol kekuatan dan kesetiaan.
Bayi yang lahir dari Dewi
Anggraini memiliki perawakan mengerikan, ia berwujud raksasa yang menjadi
lambang nafsu bejat Arjuna dan dendam Dewi Anggraini. Kelak, bayi inilah yang
dipanggil Cakil, anak hasil pemerkosaan Arjuna pada Dewi Anggraini. Saat
dewasa, kemudian Cakil melakukan perjalanan mencari Arjuna dan mengajaknya
perang tanding/perang kembang untuk melampiaskan dendamnya.
Dari kisah ini, kita dapat
belajar banyak, utamanya adalah tentang bagaimana cara kita memandang
kebenaran. Banyak kebenaran yang selama ini kita yakini ternyata tidak
sepenuhnya valid, ada motif dan perspektif lain yang perlu kita ulik lebih
dalam. Sehingga penilaian kita terhadap sesuatu bukan hanya tentang siapa yang
benar dan siapa yang salah.
Selain itu, dari kisah ini kita bisa belajar agar tidak menjadi
seperti Arjuna.
Kita bisa mempraktikkan secara langsung prinsip Love is giving each other. Kalau
gebetanmu tidak memberimu
sinyal untuk mau jadi pacarmu dan lebih memilih orang lain,
ya sudah, lebih baik balik kanan dan mundur teratur, jangan memaksakan
kehendak. Tidak semua yang dipaksakan hasilnya akan baik, pun yang terlihat indah belum tentu memberi jaminan kenyamanan, iya kan ?
Cerita yang menarik
BalasHapus