Oleh Novanda Adelia (PMII Komisariat Al-Ghozali Semarang) pada Rabu, 26 Februari 2025 - 15.50 WIB
Konflik agraria yang terjadi di Indonesia tidak pernah menemui ujung. Menurut laporan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) pada tahun 2023, terjadi 241 konflik agraria di Indonesia yang mengakibatkan perampasan 638.188 hektar tanah pertanian, wilayah adat, wilayah tangkap, dan pemukiman dari 135.608 kepala keluarga. Sebanyak 110 konflik tersebut mengorbankan 608 pejuang hak atas tanah akibat pendekatan represif di wilayah-wilayah konflik agraria.
Para ahli kajian agraria seperti Gunawan Wiradi dan Dianto Bachriadi, menuturkan bahwa konflik agraria yang terjadi sangat dipengaruhi oleh struktur agraria di Indonesia. Ketimpangan struktur agraria di mana ada golongan kecil masyarakat yang menguasai tanah yang sangat besar dan mayoritas masyarakat yang hanya menguasai tanah yang sedikit, menyebabkan ketimpangan terus bertahan dan makin membuat kesenjangan di pedesaan. Regulasi pemerintah yang tak berpihak kepada petani juga menjadi faktor konflik yang sampai saat ini masih berlangsung.
Pundenrejo menjadi salah satu potret di mana konflik agraria berlangsung akibat ketimpangan yang terus dilanggengkan. Petani-petani yang sudah sejak lama menggarap tanah di desa mereka sendiri terpaksa digusur oleh perusahaan yang diberi karpet merah oleh pemerintah.
PATI BUMI MINA TANI bukan PATI BUMI MINA LPI
Tanah Petani Pundenrejo yang berkonflik dengan PT. Laju Perdana Indah (PT. LPI) sampai saat ini belum usai, Petani Pundenrejo selalu semangat mendesak ATR/BPN segera menolak permintaan PT. LPI dalam memperpanjang HGB, akan tetapi sampai saat ini belum ada kejelasan dari Kepala ATR/BPN terkait permasalahan ketimpangan agraria ini. ATR/BPN menerapkan peraturan bahwa petani dan PT. LPI tidak boleh memasuki lahan tersebut, akan tetapi PT. LPI diam-diam selalu memasuki lahan tersebut dan mencabut singkong yang sudah ditanam oleh Petani Pundenrejo saat reclaiming pada tanggal 28 September 2024. Pada tanggal 10 Februari 2025, Petani Pundenrejo melakukan seruan aksi untuk menguak kembali struktur agraria yang timpang.
DPRD wakil rakyat kok jadi penindas rakyat?
Urutan pertama seruan aksi yaitu DPRD Pati, yang diawali dengan orasi para Petani Pundenrejo. DPRD yang seharusnya menjadi perwakilan rakyat malah menjadi penindas rakyat. Petani Pundenrejo sebanyak kurang lebih 100 orang yang lahannya dirampas PT. LPI menyudutkan DPRD untuk keluar dan merespon seruan aksi dari Petani Pundenrejo. Hasil yang didapatkan di Kantor DPRD Pati yaitu bahwa dalam minggu ini akan mengadakan pertemuan dengan para Petani Pundenrejo dan menyampaikan apa yang ingin disampaikan. "Saat ini Pak Ketua sedang ada perjalanan dinas ke Jakarta, maka dari itu belum bisa menemui. Bapak/Ibu semua, saya akan menyampaikan beberapa yang sudah disampaikan Pak Ketua, bahwa minggu ini Kamis/Jum'at, DPRD akan menemui Petani Pundenrejo untuk audiensi apa yang ingin disampaikan", begitu ucap Sekretaris Dewan. Namun, para Petani Pundenrejo tidak percaya dan juga berteriak, "Sudah beberapa kali kami dibohongi pak!". Seruan aksi yang dilakukan di DPRD Pati hanya menyerahkan tuntutan saja yang diterima oleh Sekretaris Dewan.
Bupati kok sembunyi?
Setelah melakukan seruan aksi ke DPRD Pati, massa aksi berjalan ke Kantor Bupati beramai-ramai, kemudian perwakilan Petani Pundenrejo menyampaikan orasi. Hujan pun datang, namun tidak membuat mereka menyerah. Gerbang Kantor Bupati pun dibuka. Mereka berbondong-bondong masuk. Namun, para Pejabat dan Bupati tidak ada yang keluar. Lantas, sebuah kertas tuntutan dari Petani Pundenrejo diterima oleh satpol PP, karena tidak ada satupun pejabat yang keluar.
ATR/BPN Kabupaten Pati yang selalu berjanji, namun selalu mengingkari. Kembalikan tanah nenek moyang kami!
Setelah menyerahkan tuntutan ke Kantor Bupati, massa berbondong menuju ke kantor ATR/BPN Kabupaten Pati. Di sana, sebelum menyerahkan tuntutan, Petani Pundenrejo mengadakan orasi dan juga tarian yang dibawakan oleh Petani Pundenrejo yang diiringi dengan musik gamelan. Setelah itu, Kepala BPN Kabupaten Pati keluar, dan Petani Pundenrejo menyerahkan tuntutan dan meminta kejelasan atas lahannya yang di mana tebunya mulai memanjang tinggi. Akan tetapi, Kepala BPN kabupaten Pati selalu mengelak dan tidak mempunyai rasa keadilan sosial. Sudah kurang lebih 25 tahun Petani Pundenrejo ditindas oleh setan tanah PT. LPI, yang merupakan anak perusahaan dari Salim Grup yang mempunyai tanah ribuan hektar di Indonesia. Namun, Kepala BPN Kabupaten Pati selalu mengabaikan hal tersebut dan seolah-olah selalu mengelak. "Disini saya tidak membela siapapun! Bapak/Ibu selalu datang ke sini saya selalu terima", tutur dari Kepala BPN Kabupaten Pati. Namun, karena kondisi semakin rusuh dan tidak kondusif karena warga mendesak langsung ke yang bersangkutan, Kepala BPN Kabupaten Pati meninggalkan Petani Pundenrejo dengan kondisi yang memanas. Karena Petani Pundenrejo merasa tidak ada kejelasan, mereka mendirikan tenda dan menginap di depan Kantor ATR/BPN Kabupaten Pati sampai ada keputusan untuk Petani Pundenrejo, yaitu menolak perpanjangan sertifikat HGB milik PT. LPI dan kembalikan tanah Petani Pundenrejo. Akan tetapi, sempat ada penolakan dari beberapa polisi. Namun, dengan solidaritas yang ada dan kuat, Petani Pundenrejo akhirnya dapat menginap di tenda yang sudah dibuat dari bambu dan terpal. Pak Sarmin, salah satu Petani Pundenrejo berkata, "Kami mendirikan tenda disini sampai nanti ada keputusan dari BPN menolak HGB PT. LPI". Pentas seni barongan dari Blora pun turut meramaikan, di depan Kantor ATR/BPN Kabupaten Pati. Dan juga turut bersolidaritas dengan Petani Pundenrejo.
Apa tujuan warga mendirikan tenda perjuangan di depan Kantor ATR/BPN Kabupaten Pati?
Tujuan warga mendirikan tenda perjuangan untuk mendesak Kepala BPN Kabupaten Pati segera melaksanakan keputusan untuk mengembalikan tanah Petani Pundenrejo 7,3 hektar dan tidak selalu berpihak kepada PT. LPI yang mempunyai berhektar-hektar tanah yang sangat luas di Indonesia. Hingga 11 Februari, Petani Pundenrejo masih menginap di tenda perjuangan karena Kepala BPN Kabupaten Pati tidak peduli dan tidak mengambil tindakan apapun. Petani Pundenrejo melakukan senam pagi bersama, walaupun banyak sekali aparat yang menjaga. Diselingi dengan doa dan juga sholawat, mereka berharap Kepala BPN diterangkan pikirannya dan mengembalikan lahan garapan warga yang diambil oleh PT. LPI.