Menyamar di Dunia yang Basah

Oleh Muhammad Gumilar Mulyana (PMII Komisariat Al-Ghozali Semarang) pada Sabtu, 11 Oktober 2025 - 20.37 WIB


Ilustrasi Seseorang Menyamarkan Diri dengan Topengnya (Foto dibuat oleh AI)


Raga terasa lelah
Tertimbun oleh ribuan tekanan dan beban yang datang silih berganti
Tiada pernah berhenti sejenak pun
Bagaimana menjaga kewarasan ini?

Kala kabut tanggung jawab terlihat begitu tebal
Tak mampu ditembus oleh pandangan mata telanjang
Waktu kian hari makin menyempit
Terkuras oleh perputaran bumi dengan matahari

Haruskah menghabiskan tenaga dengan menyembunyikan diri?
Goa persembuyian makin hari terkikis oleh rintikan hujan tiada henti
Terasa sunyi nian goa ini, Tuhan..
Bahkan, sebutir nasi pun tak ada daya mengganjal rasa lapar

Keadaan memaksa untuk keluar dari mulut goa
Menyusuri jalanan becek yang terus menerus tersiram air hujan
Mengais segala yang ada di depan mata pun dilakukan
Demi butiran nasi untuk mengisi lambung yang kosong

Nikmat dirasa kala air hujan bercampur dengan nasi basi yang tergenang
Kala perut telah merasa cukup
Rintangan ke arah goa makin rumit dan berkelok saja
Jalur menuju ke sana pun terhalang oleh tebalnya kabut

Pada akhirnya, jejak kaki melangkah ke arah yang acak
Tak tahu di mana goa itu
Arahnya pun telah memudar
Menyebabkan diri harus selalu menyamar untuk terus menapaki jalan
Demi hidup yang kian tak tentu

Di luar goa, semua orang rela menutup wajah dengan topengnya
Mereka merasa, menyamar merupakan satu-satunya cara
Untuk menjalani hidup yang berkelanjutan
Dan enggan mati ditelan keadaan



Yogyakarta, 11 Oktober 2025

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama