Pada tanggal 15 Februari 2017
kemarin, beberapa kota di Indonesia sedang melaksanakan pesta demokrasi. Di
hari itu, rakyat menggunakan hak pilihnya untuk berpartisipasi dalam memilih
calon kepala daerah.
Berbagai bentuk usaha dilakukan oleh
para calon untuk menarik perhatian rakyat. Mulai dari propaganda, menarik
dukungan, kampanye, hingga blusukan. Tujuannya agar menang dalam pilkada dan
menjadi pemimpin.
Bertolak dari keadaan tersebut,
pemimpin yang bakal menduduki kursi kepemimpinan sangat dianjurkan memiliki
sikap utama seorang pemimpin seperti ajaran Asthabrata. Di dalam Sastra Jawa,
istilah Asthabrata dikenal sebagai wahyu yang diberikan oleh Makutha Rama
kepada Raden Arjuna, berisi delapan cara kepemimpinan yang mengambil contoh
sifat 8 Dewa dan sifat 8 unsur alam.
Sikap menurut alam
Asthabrata atau delapan laku
keutamaan ( jawa kawi, astha: 8, brata: laku) ialah suatu ajaran jawa mengenai
sikap yang harus dimiliki dalam menjalani kehidupan, khususnya seorang
pemimpin. Delapan laku keutamaan tersebut mengacu pada benda-benda alam,
seperti bumi ( Dewa Wisnu), air/samudra ( Dewa Baruna), angin (Dewa Bayu), bulan
(Dewi Ratih), bintang (Dewa Ismaya), api (Dewa Brahma), matahari (Dewa Surya), dan
langit (Dewa Indra).
Poin yang pertama, manut lakuning
swanapada. Swanapada atau bumi memiliki watak yang tabah dan membalas
keburukan dengan kebaikan. Meskipun tanah selalu diinjak, dicangkul, digali,
bahkan dikenai racun pestisida, ia tak pernah melawan. Tanah justru memberikan
kebaikannya berupa tumbuhan, barang tambang, dan berbagai mineral lainnya yang
sangat bermanfaat bagi manusia.
Sebagai seorang pemimpin tentu tidak
akan lepas dari perbuatan buruk oleh
sejumlah pihak. Namun, dengan mengacu sikap bumi, perbuatan buruk tersebut
dapat dibalas dengan menunjukkan peningkatan kerja, kesejahteraan warganya, dan
sikap sabar serta rendah hati.
Poin kedua, manut lakuning tirta
lan samodra. Air selalu mengalir dari tempat tinggi ke tempat rendah, memasuki celah-celah
bebatuan, mengikuti bentuk wadahnya dengan permukaan rata. Samudra memiliki
sifat menerima, tenang, dan membersihkan.
Tugas pemimpin dalam menjangkau
kehidupan rakyatnya tidak hanya yang memiliki pangkat dan dekat, tetapi juga
mereka yang biasa bahkan jauh jangkauannya. Seorang pemimpin baiknya memberikan
perhatian pada rakyatnya sesuai dengan kebutuhan dengan sama rata. Mau menerima
kritik dan saran dengan sikap terbuka dan tenang dalam menghadapi permasalahan.
Poin ketiga, manut lakuning
anila. Anila atau angin memiliki watak tak terlihat namun dapat dirasakan
kehadirannya, memberikan kesejukan, menempati setiap tempat, dan memberikan apa
yang semua makhluk butuhkan untuk bernafas.
Seorang pemimpin tidak dituntut
untuk selalu hadir di tengah-tengah rakyat, namun kebijakan harus selalu bisa
dirasakan rakyat. Kebijakan itu adalah kebijakan yang membuat rakyat sejahtera
dan mampu dirasakan oleh mereka yang jauh jangkauannya. Selain itu, jadilah
pemimpin yang selalu dibutuhkan rakyat.
Selanjutnya, manut lakuning ratih.
Ratih atau bulan memiliki watak menerangi dalam kegelapan, menimbulkan
perdamaian dan perasaan riang gembira. Pemimpin sebaiknya mampu memberikan
penerangan kepada rakyatnya, kehadirannya memberikan kegembiraan dan perdamaian
di hati.
Setelah mampu memberikan penerangan
seperti bulan, selanjutnya diikuti arahan. Di sini, pemimpin manut lakuning
lintang. Bintang memberikan petunjuk kepada para pelaut dalam mencari arah.
Bintang juga memberikan warna keindahan di malam hari dan selayaknya pemimpin
menunjukkan keindahan budi dan tutur katanya.
Poin keenaam manut lakuning agni.
Agni atau api selalu memberikan rasa panas dan membakar, pelan namun pasti ia
akan melahap apa pun yang dilaluinya. Kehadirannya dipicu oleh sesuatu,
sedangkan musuhnya adalah air dan ruang hampa udara.
Sebagai orang pertama yang disegani
haruslah menyadari bahwa tanpa rakyat tak ada yang dipimpin. Sebagai penguasa,
haruslah ingat bahwa kekuasaan itu tidak mutlak miliknya, ada hal-hal lain yang
membatasi kekuasaannya. Pemimpin pun sebaiknya memiliki ketegasan seperti api.
Poin ketujuh, manut lakuning
baskoro. Matahari senantiasa menerangi setiap sudut bumi, tanpa
pilih-pilih. Dengan panasnya mampu menumbuhkan berbagai macam kehidupan di
bumi. Sebagai sumber kehidupan, cahaya matahari sangat dibutuhkan di bumi.
Watak pemimpin baiknya memberikan
daya dan kekuatan kepada rakyatnya yang lemah. Seorang pemimpin sangat
dibutuhkan layaknya matahari dalam memajukan daerah, mengayomi, dan
mensejahterakan rakyat.
Terakhir, manut lakuning cakrawala.
Langit begitu luas dengan warna biru yang meneduhkan bila dipandang. Karenanya,
bumi dapat terlindung dari hantaman-hantaman benda luar angkasa. Mengayomi dan
memberikan keteduhan bagi rakyat dari ancaman luar sangat diperlukan sebagai
sikap seorang pimpinan. Jika
watak sudah mentok tak bisa dirubah, setidaknya sikap masih bisa diperbaiki.
Setelah pilkada kemarin, alangkah
baiknya jika setiap pemimpin menerapkan ajaran ini disamping ajaran lain yang juga
berbasis kearifan lokal. Kalau bukan kita yang menerapkan, siapa lagi?
(Aisyah SN/Rayon Bahasa dan seni/A)
(Aisyah SN/Rayon Bahasa dan seni/A)