Menulis adalah kegiatan menyampaikan informasi atau
gagasan lewat rangkaian huruf dan angka serta simbol tertentu sehingga
menghasilkan suatu tulisan yang bisa dibaca. Media cetak misalnya, merupakan
contoh konkrit aktivitas menulis. Di dalamnya terdapat berbagai jenis tulisan
seperti artikel, berita, tips, cerita, dan iklan. Seorang Forum Aktivitas
Menulis (FAM) Indonesia, Muhammad Subhan mengatakan mengenai perumpamaan
menulis, “ Seandainya kitab suci Al-Quran tidak ada yang menulis dan
membukukan, mungkin hari ini umat Islam masih mengalami masa jahiliyah. Tetapi
itu tidak terjadi karena Al-Quran dan hadits telah dibukukan sehingga kita bisa
membaca, menghafal, dan mengamalkannya.”
Lewat menulis, kita menyampaikan
apa yang kita ketahui kepada orang lain secara tidak langsung. Contohnya, kita
tetap bisa membaca tulisan-tulisan Shakespare meski dirinya sudah meninggal
bertahun-tahun yang lalu. Penulis menyebutnya the
second soul atau nyawa kedua yang mana karya kita tetap abadi walau
kita mati. Nah, salah satu cara berdakwah juga bisa disampaikan lewat tulisan.
Sebagai seorang penulis tentulah
memiliki tanggung jawab yang begitu besar. Tulisan yang dibaca tentu akan mempengaruhi
pola pikir sampai kepribadian seseorang. Dengan tulisan kita bisa berdakwah,
mengajari, menyebarkan ide dan pemikiran, gagasan, kritik dan saran, atau
pengalaman kepada sesama sehingga diharapkan dapat memperbaiki moral. Namun,
dengan tulisan pula, kita bisa merusak moral seseorang dan menimbulkan malapetaka,
perselisihan dan kejahatan.
Menulis sebagai Sarana
Beribadah
![]() |
sumber : google.com |
Pertama, shiddiq atau benar. Seorang penulis haruslah bersikap
objektif dan ilmiah. Kedua, tabligh atau
menyampaikan. Perbuatan menulis ialah menyampaikan apa yang kita tahu lewat
suatu media yang bisa diakses khalayak. Itulah mengapa suatu tulisan harus
benar isinya. Yang ketifga, amanah atau
dapat dipercaya. Bagi seorang penulis, kepandaian menulis tidaklah cukup.
Sebelum penulis menyampaikan, sebaiknya ia sudah bisa menjalankan apa yang ia
sampaikan. Merupakan dosa besar apabila memerintah orang, tapi dirinya sendiri
melalaikan. Terakhir, fathanah atau
cerdas. Menulis tanpa ilmu akan menyebabkan berkurangnya unsur-unsur kebenaran
yang tersampaikan sehingga syaitan-lah yang menjadi gurunya.
Hasan Al Banna, pendiri
organisasi “Ikhwanul Muslimin” di Mesir juga pernah menulis berbagai wasiatnya
kepada umat Islam. Tulisan-tulisan yang akhirnya dibukukan itu sanggup
membangkitkan semangat dan gelora pergerakan Islam (Harakah Islamiah) di
berbagai penjuru dunia untuk bangkit mengejar ketertinggalan tanpa meninggalkan
nilai-nilai islami sebagai prinsip hidup yang konsepsional dan fundamental.
Saat ini hampir semua pergerakan umat Islam lahir dari kekuatan perjuangan,
teladan, dan surat wasiat Hasan Al Banna yang kemudian diberi nama “Majmu’
Rasail”.
Peran Penulis
Di atas telah kita ketahui
bersama bahwa berdakwah melalui tulisan diyakini memiliki efek mempengaruhi
yang begitu dasyat. Dewasa ini berbagai kemunduran umat Islam dirasa terjadi
karena budaya baca tulis yang dipopulerkan oleh ulama zaman dahulu telah
ditinggalkan. Faktanya, kebanyakan umat Islam malas membaca dan menulis.
Melalui tulisan yang membangun, peradaban dan impian bisa diraih. Dengan
kedasyatan yang dimiliki oleh kekuatan sebuah tulisan, ia bisa menjadi senjata
untuk melawan kedzaliman ketika meriam telah hancur, senapan telah tenggelam
dalam lautan, dan bom telah diledakkan. Bapak mantan presiden RI, Soeharto
meyakini kekuatan pena lebih dasyat daripada senapan dan lebih tajam dari ujung
pedang.
Lagi pula Rasulullah SAW juga
pernah memerintahkan budaya menulis untuk Al_Qur’an da Al Hadits, walau ada
beberapa yang dilarang oleh Rasulullah SAW untuk tidak ditulis. Diantaranya;
1.
Abu Hurairah r.a berkata
مامن أصحا ب النبى
صلى الله عليه وسلم أحد أكثر حديثا عنه منى
إلاماكان من عبد الله
ابن عمرو فإنه كان يكتب ولا أكتب
Artinya:
“ diantara sahabat nabi SAW tidak ada seorang yang lebih banyak meriwayatkan
hadits dari beliau dibanding diriku, kecuali yang ada pada Abdullah bin Amr
karena ia menulis sedang aku tidak”
2.
Diriwayatkan dari Rafi’ bin Khudaij bahwa ia berkata :
kami bertanya kepada Rasulullah SAW “Wahai rasulullah, kami mendengar banyak
hal darimu. Apakah kami boleh menuliskannya?” Beliau menjawab :
أكتبوا ولا حرج
Artinyaa
: “Tuliskanlah dan tidak mengapa”
Dari kedua kutipan di atas dapat
kita simpulkan bahwasannya menulis selain sebagai hobi dan pekerjaan juga bisa
bernilai ibadah.