Oleh Muhammad Haikal Fathan (PMII Rayon Pancasila, Komisariat Al-Ghozali Semarang) pada Sabtu – 22:39 WIB
Disekitar perbatasan Palestine , ribuan tentara di kerahkan….
“Itu mereka…..!!!!” kata Jendral tersebut. Datanglah seorang anak dari Jendral tersebut “Kenapa Ayah mengerahkan tentara Ayah untuk menyerang mereka? salah mereka apa?” tanya anak tersebut dengan nada keras kepada Ayahnya. Tetapi sang Jendral menghiraukan ucapan anaknya dan terus menurus melancarkan misinya.
Sedih melihat apa yang telah dilakukan oleh jendral terebut. Tapi anak itu tidak menyerah untuk memberi rasa empati kepada Sang Ayah “Dimana hati nurani Ayah? Apa Ayah tidak kasihan dengan mereka?” tangisan anak itu mengiringi pertanyaan yang dilontarkan. Tanpa disangka jendral tersebut malah mendorong anaknya sampai jatuh dan alih-alih ibunya mendatangi mereka “Kamu sedang apa disini? kau tau apa kau masih kecil?” sang Ayah menambahkan. “Ayah melakukan ini demi negara dan bangsa kita, salahkan mereka kenapa mereka tidak mau menyerahkan tanah mereka. Kalau dari awal mereka mau menyerahkan tanahnya sudah pasti mereka tidak akan bernasib seperti ini!.” Jawab anak “Tapi memang ini tanah mereka, kita yang penjajah kita yang salah”.
“Tanah ini adalah tanah yang dijanjikan oleh Messiah. Kau tahu siapa dia? Dia adalah pelindung kita dan kita sebagai orang Yahudi harus taat kepadanya. Kita harus merebut tanah lahir kita dari orang-orang bodoh itu” Ucap sang anak. “Tidak semua bangsa kita percaya akan semua itu, Yah!” Bantah Sang Anak. “Hanya orang bodoh yang tidak percaya itu !!!” bentak Sang Ayah dengan nada lebih keras. “Berarti Ayah menganggap kakek bodoh ?” kata sang anak.
Melihat raut muka sang suami yang mulai penuh amarah, sang ibu langsung menarik tangan anaknya dan pulanglah ia menuju ke rumah.
Perdebatan Sang Ayah dan Sang Anak ini sering terjadi, lantaran Sang Anak tidak tega melihat penindasan yang dilakukan oleh ayahnya kepada bangsa Palestina. Ia menganggap bahwa perbuatan ayahnya terhadap masyarakat Palestina itu salah. Sejak kecil ia dididik layaknya orang Yahudi. Mereka dicuci otaknya untuk membenci dan memusuhi umat Islam. Tetapi berbeda dengan anak ini, nuraninya masih memiliki sisi baik untuk membela orang yang tidak bersalah, oleh karena itu dia sering berdebat dengan Sang Ayah.
Sang Anak pernah diberitahu tentang asal usul tanah tersebut oleh almarhum kakeknya bahwa tanah itu asli milik Palestina, bukan kaum Yahudi. Semenjak itulah Sang Anak selalu menentang apa yang dikatakan oleh ayahnya. Berbagai upaya digunakan Sang Anak untuk ayahnya agar berhenti menindas kaum Palestina.
Ada hal yang masih mengganjal di hati dan pikiran Sang Anak tentang siapa sosok ayahnya, diapun keluar untuk mengambil udara segar. Tiba-tiba suara bom begitu keras terdengar, diapun berlari untuk melihat apa yang sedang dilakukan Sang Ayah beserta bala tentaranya. Namun di tengah jalan dia melihat ada seseorang yang sedang terkepung bala tentara, pemuda itu tak dapat berbuat apapun dia hanya bisa pasrah dengan kenyataan yang ada.
Ada suatu hal yang dilakakukan oleh orang tersebut, dia menunjuk seorang dari bala tentaranya. Dia terlihat hendak memberi sebuah peringatan kepada tentara tentara Yahudi. Pemuda itu berkata “Haii kalian…. Ini adalah tanah Arab, jangan sekali-kali kalian menghancurkan kehormatanya, atau kau lihat akibatnya nanti” ucapnya sembari mengacungkan telunjuknya, tanpa ia sadari matanya mulai berair. Sesaat setelah itu terdengar suara peluru menembus tubuh si pemuda. Sang Anak secara spontan belari tak kuasa melihat kejadian itu.
Baru setengah jalan dia dikejutkan mayat yang bergelimpangan, anak kecil yang bercucuran darah, suara tangisan bersahutan teramat ricuh. Tak hanya itu bangunan-bangunan roboh tak pandang rupa, porak poranda bak diterpa badai topan. Sebuah pemandangan yang sangat mengiris nurani.
Sang Anak berusaha untuk menolong tetapi yang ada ia dikucilkan oleh mereka. Dia merasa bersalah dengan apa yang terjadi. Tak kuasa melihatnya, ia pun bergegas pulang dan menanyakan kepada ibunya tentang keberadaan ayahnya saat ini. Sang Ibu berkata “Ayahmu sedang ada rapat dengan agen perwakilan dari USA dan agen perwakilan dari Inggris” tanpa pikir panjang Sang Anak langsung bergegas menemui ayahnya.
Dia mendapati Sang Ayah sedang bersenda gurau dengan para petinggi. Sang Anak menghampiri ayahnya dan berkata dengan tangis yang tak terbendung lagi “Kenapa Ayah tega melakukan perbuatan berdosa seperti ini? Sadarkah Ayah telah mengotori tangan Ayah sendiri ?!!’’ kata Sang Anak. Entah apa yang terjadi Sang Ayah merasa dipermalukan oleh anaknya didepan para dewan. Hingga pada akhirnya anak itu meninggalkan ayahnya sembari mengemasi barang-barang untuk pergi dari rumah, sang ibu berusaha untuk menahanya tetapi tekadnya sudah bulat, ia benar-benar sudah tidak tahan dengan semua kekacauan yang ada. Hingga pada akhirnya Sang Anak harus meninggalkan wanita yang telah membesarkannya. Sebelum pergi ia cium kaki dan kening ibunya untuk berpamitan. Tangis sang ibu pecah seketika.
Meninggalkan rumah adalah pilihan yang telah ia ambil. Saat di perjalanan Sang Anak bertemu dengan orang yang pernah ditolongnya, Sang Anak kemudian bertanya “Kamu mau kemana?” kata Sang Anak. “Aku ingin menjalankan ibadah sholat berjamah di masjid Al Aqsa sana. Itu kalau pasukan ayahmu mengizinkan” kata orang itu. “Aku boleh ikut…?” kata sang anak . “Boleh tapi kamu tidak boleh masuk” kata orang itu. “Kenapa?” tanya Sang Anak. “Karena kamu belum suci, masjid ini untuk orang muslim dan kau orang yahudi” terdiam tanpa sepatah kata pun.
Akhirnya dia hanya menunggu diluar melihat bala tentara yang sedang berjaga. Dia memakai topi agar tidak dikenali tentara ayahnya. Beberapa saat kemudian, orang yang keluar dari masjid bersama temannya dan menghampiri Sang Anak. Mereka pun berbincang cukup lama hingga pada akhirnya Sang Anak membuat keputusan yang mengejutkan “Apa boleh aku menjadi seorang muslim?” kata Sang Anak. “Haah kamu yakin?” kata si muslim terbelalak. Sang Anak menganggukan kepalanya “Subhanallah … ayoo akan aku temukan kamu dengan ayahku” ajak lelaki muslim itu dengan penuh semangat.
Ternyata ayah orang ini adalah seorang ulama yang disegani di Jerussalem. Hingga pada akhirnya Sang Anak bertemu dengan ulama dan menjelaskan tentang keinginannya untuk menjadi seorang muslim, Sang Anak mengikuti perintah yang dikatakan oleh ulama. Hingga pada akhirnya dia dituntun untuk mengucap syahadat oleh ulama tersebut. Alhamdulillah.
Sang Anak mengganti namanya, orang disana memeluknya, dia merasakan kebahagiaan yang luar biasa yang belum pernah dirasakan selama ini. Sungguh nikmat hidayah yang diberikan oleh Allah kepadanya. Ia mendapatkan informasi bahwa almarhum kakeknya yang dulunya yahudi telah masuk islam sebelumia wafat, dan tersenyumlah dia. Mengingat mendiang kakeknya, Sang Anak menangis “Aku rindu kakek.”
Saat henda menenangkan Sang Anak, tiba-tiba terdengar suara tembakan. Seketika senyum anak ini hilang. Suasana menjadi kacau tak terelakkan, orang-orang berhamburan lari. Pasukan Israel dan tank bajanya memasuki kawasan kota Al-Quds . Tembakan membabi buta kesegala arah. Pemuda muslim anak Sang Ulama mengajak Sang Anak untuk menyelamatkan diri. Ketika keluar Sang Anak melempari bala tentara dengan batu .
Sempat dihalang-halangi, dia malah menitipkan sesuatu kepada temanya untuk diberikan kepada ibunya. “Berikan gelang perak ini pada ibuku, mungkin ini sudah waktunya” setelah itu ia berteriak didepan bala tentara “Kalian ingat aku? aku anak dari jendral kalian”. Pasukan bala tentara memberi kabar ke jendralnya, bahwasanya anaknya bersama orang-orang Palestina. Sang ayah yang pernah di permalukkan Sang Anak menyuruh tentaranya untuk membunuh anaknya. Pembicaraan terdengar oleh sang ibu dan berusaha agar tidak melakukan hal itu. Tetapi sang ayah tidak memperdulikanya karena faktanya dia bukan anak mereka melainkan adopsi dari orang Palestina.
Sang ibu tak kuasa menahan kesedihannya hingga pada akhirnya tangisanya tak lagi terbendung. Sang istri Jendral dating ke medan perang, ia ingin menemui anaknya. Sesampainya disana Sang Anak sudah berlumuran darah. Badan Sang Ibu seketika lemas melihat jasad anaknya. Tangis tak bisa dibendung disana. Sang Ibu memeluk erat anaknya “Ini ibu nak… bangun… Ibu disini… bangun nak!!!” sembari mencium kening anaknya dan menangis sejadi-jadinya.
Beberapa saat kemudian dua orang pasukan bala tentara datang menemui Sang Ibu dan memberikan benda yang dititipkan oleh Sang Anak. Sang Ibu menerima dan membaca surat itu. Isinya dari surat tersebut adalah “Ini hadiah gelang untuk ibu yang telah membesarkanku dengan sepenuh hati, aku sayang ibu…..” Sang Ibu begitu terpukul dan hanya bias meratapi apa yang telah terjadi.
![]() |
Sumber: Pixabay |
“Itu mereka…..!!!!” kata Jendral tersebut. Datanglah seorang anak dari Jendral tersebut “Kenapa Ayah mengerahkan tentara Ayah untuk menyerang mereka? salah mereka apa?” tanya anak tersebut dengan nada keras kepada Ayahnya. Tetapi sang Jendral menghiraukan ucapan anaknya dan terus menurus melancarkan misinya.
Sedih melihat apa yang telah dilakukan oleh jendral terebut. Tapi anak itu tidak menyerah untuk memberi rasa empati kepada Sang Ayah “Dimana hati nurani Ayah? Apa Ayah tidak kasihan dengan mereka?” tangisan anak itu mengiringi pertanyaan yang dilontarkan. Tanpa disangka jendral tersebut malah mendorong anaknya sampai jatuh dan alih-alih ibunya mendatangi mereka “Kamu sedang apa disini? kau tau apa kau masih kecil?” sang Ayah menambahkan. “Ayah melakukan ini demi negara dan bangsa kita, salahkan mereka kenapa mereka tidak mau menyerahkan tanah mereka. Kalau dari awal mereka mau menyerahkan tanahnya sudah pasti mereka tidak akan bernasib seperti ini!.” Jawab anak “Tapi memang ini tanah mereka, kita yang penjajah kita yang salah”.
“Tanah ini adalah tanah yang dijanjikan oleh Messiah. Kau tahu siapa dia? Dia adalah pelindung kita dan kita sebagai orang Yahudi harus taat kepadanya. Kita harus merebut tanah lahir kita dari orang-orang bodoh itu” Ucap sang anak. “Tidak semua bangsa kita percaya akan semua itu, Yah!” Bantah Sang Anak. “Hanya orang bodoh yang tidak percaya itu !!!” bentak Sang Ayah dengan nada lebih keras. “Berarti Ayah menganggap kakek bodoh ?” kata sang anak.
Melihat raut muka sang suami yang mulai penuh amarah, sang ibu langsung menarik tangan anaknya dan pulanglah ia menuju ke rumah.
Perdebatan Sang Ayah dan Sang Anak ini sering terjadi, lantaran Sang Anak tidak tega melihat penindasan yang dilakukan oleh ayahnya kepada bangsa Palestina. Ia menganggap bahwa perbuatan ayahnya terhadap masyarakat Palestina itu salah. Sejak kecil ia dididik layaknya orang Yahudi. Mereka dicuci otaknya untuk membenci dan memusuhi umat Islam. Tetapi berbeda dengan anak ini, nuraninya masih memiliki sisi baik untuk membela orang yang tidak bersalah, oleh karena itu dia sering berdebat dengan Sang Ayah.
Sang Anak pernah diberitahu tentang asal usul tanah tersebut oleh almarhum kakeknya bahwa tanah itu asli milik Palestina, bukan kaum Yahudi. Semenjak itulah Sang Anak selalu menentang apa yang dikatakan oleh ayahnya. Berbagai upaya digunakan Sang Anak untuk ayahnya agar berhenti menindas kaum Palestina.
Ada hal yang masih mengganjal di hati dan pikiran Sang Anak tentang siapa sosok ayahnya, diapun keluar untuk mengambil udara segar. Tiba-tiba suara bom begitu keras terdengar, diapun berlari untuk melihat apa yang sedang dilakukan Sang Ayah beserta bala tentaranya. Namun di tengah jalan dia melihat ada seseorang yang sedang terkepung bala tentara, pemuda itu tak dapat berbuat apapun dia hanya bisa pasrah dengan kenyataan yang ada.
Ada suatu hal yang dilakakukan oleh orang tersebut, dia menunjuk seorang dari bala tentaranya. Dia terlihat hendak memberi sebuah peringatan kepada tentara tentara Yahudi. Pemuda itu berkata “Haii kalian…. Ini adalah tanah Arab, jangan sekali-kali kalian menghancurkan kehormatanya, atau kau lihat akibatnya nanti” ucapnya sembari mengacungkan telunjuknya, tanpa ia sadari matanya mulai berair. Sesaat setelah itu terdengar suara peluru menembus tubuh si pemuda. Sang Anak secara spontan belari tak kuasa melihat kejadian itu.
Baru setengah jalan dia dikejutkan mayat yang bergelimpangan, anak kecil yang bercucuran darah, suara tangisan bersahutan teramat ricuh. Tak hanya itu bangunan-bangunan roboh tak pandang rupa, porak poranda bak diterpa badai topan. Sebuah pemandangan yang sangat mengiris nurani.
Sang Anak berusaha untuk menolong tetapi yang ada ia dikucilkan oleh mereka. Dia merasa bersalah dengan apa yang terjadi. Tak kuasa melihatnya, ia pun bergegas pulang dan menanyakan kepada ibunya tentang keberadaan ayahnya saat ini. Sang Ibu berkata “Ayahmu sedang ada rapat dengan agen perwakilan dari USA dan agen perwakilan dari Inggris” tanpa pikir panjang Sang Anak langsung bergegas menemui ayahnya.
Dia mendapati Sang Ayah sedang bersenda gurau dengan para petinggi. Sang Anak menghampiri ayahnya dan berkata dengan tangis yang tak terbendung lagi “Kenapa Ayah tega melakukan perbuatan berdosa seperti ini? Sadarkah Ayah telah mengotori tangan Ayah sendiri ?!!’’ kata Sang Anak. Entah apa yang terjadi Sang Ayah merasa dipermalukan oleh anaknya didepan para dewan. Hingga pada akhirnya anak itu meninggalkan ayahnya sembari mengemasi barang-barang untuk pergi dari rumah, sang ibu berusaha untuk menahanya tetapi tekadnya sudah bulat, ia benar-benar sudah tidak tahan dengan semua kekacauan yang ada. Hingga pada akhirnya Sang Anak harus meninggalkan wanita yang telah membesarkannya. Sebelum pergi ia cium kaki dan kening ibunya untuk berpamitan. Tangis sang ibu pecah seketika.
Meninggalkan rumah adalah pilihan yang telah ia ambil. Saat di perjalanan Sang Anak bertemu dengan orang yang pernah ditolongnya, Sang Anak kemudian bertanya “Kamu mau kemana?” kata Sang Anak. “Aku ingin menjalankan ibadah sholat berjamah di masjid Al Aqsa sana. Itu kalau pasukan ayahmu mengizinkan” kata orang itu. “Aku boleh ikut…?” kata sang anak . “Boleh tapi kamu tidak boleh masuk” kata orang itu. “Kenapa?” tanya Sang Anak. “Karena kamu belum suci, masjid ini untuk orang muslim dan kau orang yahudi” terdiam tanpa sepatah kata pun.
Akhirnya dia hanya menunggu diluar melihat bala tentara yang sedang berjaga. Dia memakai topi agar tidak dikenali tentara ayahnya. Beberapa saat kemudian, orang yang keluar dari masjid bersama temannya dan menghampiri Sang Anak. Mereka pun berbincang cukup lama hingga pada akhirnya Sang Anak membuat keputusan yang mengejutkan “Apa boleh aku menjadi seorang muslim?” kata Sang Anak. “Haah kamu yakin?” kata si muslim terbelalak. Sang Anak menganggukan kepalanya “Subhanallah … ayoo akan aku temukan kamu dengan ayahku” ajak lelaki muslim itu dengan penuh semangat.
Ternyata ayah orang ini adalah seorang ulama yang disegani di Jerussalem. Hingga pada akhirnya Sang Anak bertemu dengan ulama dan menjelaskan tentang keinginannya untuk menjadi seorang muslim, Sang Anak mengikuti perintah yang dikatakan oleh ulama. Hingga pada akhirnya dia dituntun untuk mengucap syahadat oleh ulama tersebut. Alhamdulillah.
Sang Anak mengganti namanya, orang disana memeluknya, dia merasakan kebahagiaan yang luar biasa yang belum pernah dirasakan selama ini. Sungguh nikmat hidayah yang diberikan oleh Allah kepadanya. Ia mendapatkan informasi bahwa almarhum kakeknya yang dulunya yahudi telah masuk islam sebelumia wafat, dan tersenyumlah dia. Mengingat mendiang kakeknya, Sang Anak menangis “Aku rindu kakek.”
Saat henda menenangkan Sang Anak, tiba-tiba terdengar suara tembakan. Seketika senyum anak ini hilang. Suasana menjadi kacau tak terelakkan, orang-orang berhamburan lari. Pasukan Israel dan tank bajanya memasuki kawasan kota Al-Quds . Tembakan membabi buta kesegala arah. Pemuda muslim anak Sang Ulama mengajak Sang Anak untuk menyelamatkan diri. Ketika keluar Sang Anak melempari bala tentara dengan batu .
Sempat dihalang-halangi, dia malah menitipkan sesuatu kepada temanya untuk diberikan kepada ibunya. “Berikan gelang perak ini pada ibuku, mungkin ini sudah waktunya” setelah itu ia berteriak didepan bala tentara “Kalian ingat aku? aku anak dari jendral kalian”. Pasukan bala tentara memberi kabar ke jendralnya, bahwasanya anaknya bersama orang-orang Palestina. Sang ayah yang pernah di permalukkan Sang Anak menyuruh tentaranya untuk membunuh anaknya. Pembicaraan terdengar oleh sang ibu dan berusaha agar tidak melakukan hal itu. Tetapi sang ayah tidak memperdulikanya karena faktanya dia bukan anak mereka melainkan adopsi dari orang Palestina.
Sang ibu tak kuasa menahan kesedihannya hingga pada akhirnya tangisanya tak lagi terbendung. Sang istri Jendral dating ke medan perang, ia ingin menemui anaknya. Sesampainya disana Sang Anak sudah berlumuran darah. Badan Sang Ibu seketika lemas melihat jasad anaknya. Tangis tak bisa dibendung disana. Sang Ibu memeluk erat anaknya “Ini ibu nak… bangun… Ibu disini… bangun nak!!!” sembari mencium kening anaknya dan menangis sejadi-jadinya.
Beberapa saat kemudian dua orang pasukan bala tentara datang menemui Sang Ibu dan memberikan benda yang dititipkan oleh Sang Anak. Sang Ibu menerima dan membaca surat itu. Isinya dari surat tersebut adalah “Ini hadiah gelang untuk ibu yang telah membesarkanku dengan sepenuh hati, aku sayang ibu…..” Sang Ibu begitu terpukul dan hanya bias meratapi apa yang telah terjadi.
~Tamat~
Tags:
Cerpen