Hei Pemuda, Apakah Sejarah Masih Milikmu?

Oleh Suryadi (PMII Rayon Pancasila, Komisariat Al-Ghozali Semarang) pada Sabtu – 21:15 WIB

Sumber : Republika
Pemuda bisa digambarkan sebagai titik tertinggi dari perkembangan jiwa manusia sehingga dalam fase ini merupakan waktu yang sangat ideal bagi seseorang untuk bebas melakukan apapun dalam hidupnya. Pemuda diilustrasikan sebagai seorang yang memiliki semangat tinggi, bertenaga dan berintelektual.

Idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda. (Tan Malaka, Bapak Republik Indonesia).

Berbicara seorang pemuda berarti berbicara tentang semangat. Berbicara seorang pemuda berarti berbicara tentang harapan baru yang lebih baik. Berbicara seorang pemuda berarti berbicara tentang masa depan sebuah bangsa. Banyak harapan besar untuk  pemuda yang dinantikan peranannya kedepan.

Kronik Sejarah Pemuda

Dalam sejarah bangsa ini peran pemuda sangatlah vital dalam perjalanan bangsa ini. Di mulai dari peran perjuangan kemerdekaan Indonesia dengan ditandai terbentuknya organisasi pemuda. Melalui organisasi pergerakan , ide, dan gagasan mereka menjadi lahirnya perlawanan. Sebut saja Boedi Utomo, adalah sebuah organisasi yang didirikan Dr. Soetomo sebagai awal pergerakan dalam mencapai Indonesia yang merdeka walaupun organisasi ini hanya terpaku pada pendidikan Jawa. Budi Utomo berdiri sejak 20 mei, yang setiap tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

Tonggak penting dalam kebangkitan pemuda adalah Sumpah Pemuda, yang merupakan keputusan kongres pemuda  yang diselenggarakan 27-28 mei 1928 di Batavia. Setiap perwakilan daerah menghadiri kongres ini seperti Jong Java, Jong Ambon, Jong batak, Jong Sumatranen Bond dan masih banyak lainnya. Dalam kongres ini mereka sadar perlu melepas kesukuan mereka dan bersatu dalam kebhinekaan Indonesia. Mereka semua menyatakan sumpahnya bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu.

Belum lagi desakan para pemuda kepada bung Karno dan Hatta agar segera menyatakan kemerdekaan bangsa Indonesia. Peran pemuda pun tak hanya berhenti pada kemerdekaan semata, bahkan mereka dengan lantang memprotes kebijakan Soekarno hingga meminta turunnya seorang bapak proklamator bangsa Indonesia. Pun jua sama ketika Soeharto memimpin yang dirasa diktator dan tidak memihak rakyat kecil, pemuda pun harus mengorbankan seluruh yang mereka punya bahkan sampai nyawanya untuk terjadinya Reformasi.

21 tahun lebih Reformasi sudah terhadi akan tetapi Tujuan para pendiri bangsa pun tak menemui ujungnya. Bahkan banyak cita-cita mulia tersebut di nodai oleh para elit yang menindas rakyatnya sendiri. Bahkan 74 tahun kemerdekaan ini diraih dengan susah payah pun generasi pemuda justru membiarkan begitu saja.

Pemuda hari ini

Apakah peran pemuda hari ini berhenti begitu saja? Siapkah pemuda hari ini meneruskan perjuangan pahlawan dulu? apakah pemuda masih bisa disebut agen perubahan atau justru terpleset dalam arus kemunduran?

Kemunduran pemuda sangat terasa pasca-reformasi. Reformasi yang seharusnya menjadi tonggak kemajuan Indonesia dalam segala bidang namun justru sebaliknya menjadikan Reformasi hanya sebatas kedahagaan semata akibat kediktatoran Orde Baru yang berkuasa 32 tahun. Pasca-reformasi pemuda Indonesia telah kehilangan arah yang sangat drastis.

Pasca-reformasi pemuda seperti bingung untuk melakukan sesuatu yang pro terhadap rakyat. Situasi ini diperparah oleh berbagai macam kepentingan-kepentingan yang menghantui para pemuda Indonesia.

Banyak dari mereka termakan bujuk rayu “politik praktis” hanya untuk mendapatkan segala bentuk materi dan kedudukan (who gets what), lalu dengan tidak sadar atau pura-pura lupa telah kehilangan fungsinya sebagai agen control sosial (agent sosio-control), dan agen perubahan (agent of change).
Untuk itulah menuju momentum “Hari Sumpah Pemuda” ini, maka peran pemuda harus dibangkitkan kembali, menuju “Pemuda Dipersimpangan Kiri Jalan” bukan justru “Di persimpangan Ketiak Penguasa”.
Momentum “Hari Sumpah Pemuda” juga harus dijadikan pijakan pemuda untuk kembali ke fitrahnya membela kaum kecil yang tertindas, hingga terciptanya sebuah gerakan “Populisme Intelektual” seperti yang terjadi di negara Rusia dan Amerika Serikat. Sudah saatnya para pemuda Indonesia lebih mengutamakan dan memperdulikan kepentingan rakyat kecil daripada mementingkan dan memperkaya diri sendiri.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama