Menggores Makna Toleransi

Oleh Arsiti (PMII Rayon Garuda, Komisariat Al-Ghozali Semarang) pada Selasa – 20:10 WIB


Makna toleransi sejatinya cukup luas, hanya saja sebagian besar manusia mengaitkan toleransi dengan agama. Ketika berbicara tentang toleransi, yang terlintas dalam fikiran sebagian besar orang adalah toleransi antar agama. Padahal toleransi cakupan yang cukup luas, tak hanya perihal agama tentu saja. Budaya, bahasa, politik pun memerlukan adanya toleransi. Apalagi kita hidup di Indonesia yang sangat beragam akan ras, budaya, agama, bahkan daei segi bahasa. Hal yang paling sederhana dalam bertoleransi yakni terkait perbedaan pendapat atau cara berfikir.

Istilah toleransi memang sudah bukan hal asing lagi bagi kita. Tetapi, apakah kita sudah mengetahui makna toleransi yang sebenarnya?. Lantas sudahkah kita menerapkan dalam kehidupan sehari-hari?. Setiap orang memiliki pandangan masing-masing tentang toleransi. Namun, disini kita tidak akan membahas siapa yang benar dan siapa yang salah, karena semua orang bebas menentukan pendapatnya masing-masing.

Kata toleransi berasal dari bahasa inggris, “tolerance” yang memiliki arti membiarkan. Sedangkan dalam bahasa arab, toleransi sepadan dengan “tasamuh” yang memiliki arti mengizinkan atau memudahkan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, toleransi adalah sifat atau sikap toleran, dan penyimpangan yang masih dapat diterima dalam pengukuran kerja.

Toleransi adalah sikap menghargai kemajemukan. Kemajemukan disini adalah perbedaan antar setiap individu, mulai dari perbedaan pendapat, perbedaan agama, perbedaan suku, dan perbedaan lainnya. Setiap manusia harus menghargai segala perbedaan yang ada sebagai usaha memberikan hak yang sama kepada setiap individu (Djohan Efendi). Setiap individu yang terlahir di dunia memiliki hak asasi manusia, diantaranya adalah hak terlahir bebas dan mendapat perlakuan sama, hak tanpa ada diskriminasi, hak untuk kebebasan bergerak, kebebasan beragama dan berpikir, serta kebebasan berekspresi. Oleh karena itu, kita sebagai sesama manusia harus saling menghargai segala perbedaan yang ada.

Apalagi jika melihat masyarakat Indonesia yang sangat beragam. Kita harus mampu menerapkan sikap toleransi seperti yang telah dilakukan oleh Bapak Toleransi Indonesia, K.H Abdurrahman Wahid atau yang lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur. Beliau begitu berani dalam mengambil keputusan yang dianggap dapat memecah-belah bangsa, namun sejatinya keputusan tersebut adalah untuk mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memberikan toleransi terhadap berbagai perbedaan seperti perbedaan suku, agama, bahkan politik. Tidak jarang Beliau mengkritik anak-anak muda yang tidak mengikuti langkah-langkah Beliau dalam gerak reformasi dan politik. Hal ini bukan ditujukan supaya mereka sepaham dengannya, melainkan untuk menantang mereka supaya kuat dalam aliran pikiran mereka masing-masing. Gus Dur bukan hanya pahlawan bagi bangsa Indonesia, melainkan juga bagi dunia, khususnya pahlawan toleransi, perdamaian, dan pluralisme.

Toleransi akan menimbulkan kedamaian, dan pembangunan yang baik membutuhkan suasana damai. Lalu bagaimana cara kita menerapkan sikap toleransi dalam kehidupan sehari-hari? Sederhana saja, misalnya dalam dunia perkuliahan, sering kali kita menjumpai beberapa perbedaan yang ada di kampus. Baik perbedaan pendapat mengenai materi yang dipelajari, perbedaan pandangan dalam organisasi dan sebagainya. Kita tidak bisa menyuruh apalagi memaksa teman kita untuk sepemahaman dengan kita, dan mereka pun tidak bisa menyuruh kita untuk sepemahaman dengan mereka. Karena setiap individu berhak memiliki pemahaman masing-masing. Perbedaan tersebut seharusnya tidak menjadi masalah, sehingga kita tetap bisa berdampingan meski berbeda pemahaman, karena justru perbedaan itulah yang menjadikan dunia kampus lebih hidup dan berwarna.

“Kita bebas melakukan apapun, kecuali memaksa orang lain sama dengan kita. Dan orang lain berhak melakukan apapun, kecuali memaksa kita.”

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama