Oleh Nurdin Prayogo (PMII Rayon Bahasa dan Seni, Komisariat Al-Ghozali Semarang) pada Sabtu – 21:23 WIB
(Sumber Ilustrasi: Okezone.com)
Tahun baru tentu sangat akrab dengan momentum untuk bersukacita dan perayaan. Sebagai penanda awal sebuah masa, berbagai
resolusipun dilakukan, mulai dari
resoulusi lingkup terkecil hingga resolusi yang besar. Namun, agaknya ada yang berbeda dengan
tahun baru 2020. Dunia memulai langkahnya dengan tertatih-tatih. Bagaimana
tidak? Banyak peristiwa tak terduga yang merintangi tujuan resolusi yang telah
direncanakan, terhitung mulai dari Januari sampai dengan tulisan ini dibuat
yaitu bulan Mei, berbagai konflik dan bencana terus menerus menghujani
kehidupan warga dunia. Keresahan demi keresahan menghinggapi berbagai negara bahkan membuat
kocar-kacir seluruh sistem persatuan dunia.
Bermula dari meningkatnya tensi
antara Iran vs Amerika
Serikat, yaitu tewasnya Jenderal Korps Garda Revolusi Iran Qassem Suleimani
dalam sebuah operasi militer Amerika Serikat di wilayah Irak pada awal bulan Januari.
Sempat digadang-gadang perseteruan ini akan menjadi awal dari “Perang Dunia
Ke-3”. Selanjutnya bulan Februari dunia kembali digegerkan dengan
adanya pandemi Corona Virus atau
Covid-19 yang banyak menginfeksi bahkan menewaskan ribuan orang di Negara China. Tak jauh melihat kesana
sana, bulan Maret pemerintah Indonesia secara resmi mengonfirmasi bahwa ditemukan dua
warga Depok, Jawa Barat yang positif terpapar corona virus.
Virus
Covid-19 dan Dejavu SARS 2002-2003
Sebelum
berbicara lebih jauh mengenai pandemi Covid-19, mari sejenak kita mundur sekitar tujuh belas atau delapan
belas tahun silam dimana terdapat semacam virus yang hampir mirip dengan Covid-19 bernama virus SARS (Severe
Acute Respiratory Syndrome). Virus SARS sering dikaitkan dengan
virus Covid-19 karena
sama-sama mengenfeksi saluran pernapasan pada tubuh manusia. Dua virus tersebut
juga sama-sama pertama kali ditemukan di Negara China. SARS pertama kali teridentifikasi
pada November 2002 di Provinsi Guandong, China selatan. Sedangkan Covid-19
pertama kali ditemukan di Kota Wuhan, Provinsi
Hubei, China. Hal ini menimbulkan stigma
bahwa pandemi Covid-19 seakan menjadi dejavu setelah sebelumnya juga
pernah terjadi virus yang hampir sama dan pertama kali ditemukan di negeri
tirai bambu tersebut. Akan tetapi berdasarkan data WHO yang dilansir cnnindonesia.com
jika dibandingkan dengan Corona virus, tingkat kematian akibat SARS yang
penyebarannya masuk dalam kategori epidemi justru lebih tinggi yakni mencapai
9,6 persen. Namun jumlah pasien meninggal akibat SARS jauh lebih rendah
dibanding Covid-19.
Perang
Dunia ke-3 Itu bernama Covid-19
Melihat
panasnya tensi antara Iran dan Amerika Serikat pada bulan Januari 2020 tidak
salah jika warganet menyebutnya sebagai awal dari perang dunia ke-3. Warganet
kompak menyuarakan tagar perang dunia ke-3 di jagat maya terhadap perseteruan
dua negara besar tersebut. Namun, merebaknya Covid-19 yang saat ini sedang
menjangkiti hampir seluruh negara di dunia ditambah lagi meredanya tensi antara
Iran dan AS tidak salah jika menyebut Perang dunia ke-3 atau World War III adalah perang warga dunia
melawan pandemi Covid-19. Dilansir dari kompas.com, hanya terdapat 15
negara dari 193 negara anggota PBB yang belum melaporkan kasus infeksi
Covid-19. Adapun saat ini telah tercatat sebanyak 2,34 juta pasien positif Covid-19 dan 160 ribu jiwa
meninggal di seluruh dunia. Berbagai negara pun akhirnya melakukan antisipasi
dan menyalakan alarm tanda waspada kepada Covid-19 karena penyebarannya yang begitu masif dan sangat mungkin
mengakibatkan kematian.
Imbauan
Pemerintah Mutlak untuk Ditaati dan Diindahkan
Berbagai
negara mengambil kebijakan dalam memutus mata rantai penyebaran
Corona virus. Kebijakan tersebut diambil berdasarkan
latar belakang yang berbeda dari setiap negara dan dilakukan dengan
pertimbangan yang cermat. Sebagai contoh adalah Kebijakan Lockdown atau
dalam hal ini merujuk pada karantina wilayah yang diterapkan di Negara Italia. Berdasarkan Informasi BBC yang dilansir
detik.com, pada Jumat (20/03/2020) Menteri Luar Negeri Italia, Luigi Di
Maio menyatakan Lokcdown yang dilakukan pemerintah Italia sejak 9 Maret
2020 tersebut sudah menunjukkan tanda-tanda keberhasilannya mengatasi Covid-19,
khususnya untuk area yang terdampak Covid-19 di awal periode. Artinya melalui
kebijakan pemerintah tersebut, setidaknya Italia telah berhasil menekan angka
kematian dan pasien positif akibat virus Covid-19.
Indonesia
sendiri melalui pidato resmi yang disampaikan Presiden Joko Widodo di Istana
Kepresidenan Bogor, pada Selasa (31/03/2020) telah resmi mengambil kebijakan bahwa untuk memutus mata rantai persebaran Covid-19,
pemerintah pusat menerapkan Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB) di masyarakat, bukan Karantina Wilayah atau Lockdown.
Dalam pidatonya tersebut, Presiden juga menyampaikan status kedaruratan
kesehatan masyarakat akibat Covid-19 dalam rangka menangani kondisi tersebut. Pemerintah juga telah berfokus
pada penyiapan bantuan untuk masyarakat lapisan bawah seperti PKH, kartu sembako,
kartu prakerja, tarif listrik gratis, antisipasi kebutuhan pokok dan keringanan
pembayaran kredit.
Tentu
saja hal ini sangat berkaitan dengan imbaun Presiden Joko Widodo pada
keterangan pers terkait penangangan Covid-19 di Istana Bogor, Jawa Barat,
Minggu (15/03/2020) lalu. Presiden meminta agar masyarakat Indonesia bekerja,
belajar dan beribadah di rumah serta tetap tenang, tidak panik, tetap produktif
agar penyebaran Covid-19 ini bisa dihambat dan diberhentikan.
Sedangkan
Kementerian Kesehatan juga telah mengeluarkan aturan mengenai pedoman pencegahan
dan pengendalian Covid-19. Diantaranya adalah selalu memperhatikan kebersihan
tangan menggunakan hand sanitizer; cuci tangan dengan sabun; menghindari menyentuh mata,
hidung dan mulut; menerapkan etika batuk atau bersin dengan menutup hidung dan
mulut dengan siku tangan atau
tisu, lalu membuang tisu tersebut ke tempat sampah; memakai masker medis jika
memiliki gejala pernapasan dan menjaga jarak minimal satu meter dari orang yang
mengalami gejala gangguan pernapasan.
Aturan
dan himbauan pemerintah tersebut tentunya bukanlah murni hanya untuk
kepentingan politis saja. Tetapi ini adalah bukti bahwa kesehatan masyarakat
adalah prioritas utama dalam wabah yang saat ini sedang terjadi. Sebagai warga
negara yang baik, tentunya hal ini menjadi salah satu upaya kita dalam memutus mata
rantai penyebaran virus. Jika
berkaca pada kebijakan pemerintah di negara lain yang berhasil menekan jumlah
angka kematian dan pasien positif akibat Covid-19, harusnya kita juga harus
bersinergi dengan pemerintah agar hal tersebut dapat terwujud dengan optimal.
Stop
Menyebarkan Berita Hoaks yang Memicu Kepanikan Masyarakat!
Masyarakat
seringkali menerima begitu saja informasi mengenai Covid-19 yang masuk tanpa
adanya filter. Perilaku ber-medsos yang cenderung “share ah, kayanya
bermanfaat nih” menjadikan terciptanya ruang publik sosial yang dibentuk
dari ‘logika algoritma’ media sosial. Hal itu memungkinkan arus informasi menjadi
sulit untuk terkontrol, dengan begitu berita hoaks atau berita bohong akan
sangat mudah untuk tersebar luas. Indikasi tersebut berdasarkan banyaknya
berita hoaks yang tersebar melalui media sosial seperti Twitter, Facebook
dan Instagram maupun aplikasi pesan singkat seperti Whatsapp dan Line.
Sebagai
contoh, baru-baru ini beredar Pesan Berantai dari UNICEF yang isinya
mengenai upaya untuk menghindari Covid-19. Pada salah satu pesan berantai
tersebut berisi informasi bahwa minuman dingin dapat menghindarkan diri kita
dari berbagai virus, salah satunya dapat terhindar dari virus Covid-19. Pesan
ini membuat klaim dari masyarakat bahwa menghindari es krim dan makanan dingin
lainnya dapat membantu mencegah timbulnya penyakit. Akan teteapi, seperti dilansir kompas.com, Rizky Ika Syafitri sebagai
Communication For Development Specialist UNICEF Indonesia secara tegas menyebut informasi tersebut sebagai
berita bohong atau berita palsu. UNICEF
Indonesia sendiri telah
menyediakan Chatbot U-Report yang dapat diakses melalui Whatsapp.
Artinya segala informasi yang dikeluarkan bukan dari media informasi resmi dari
UNICEF dan mengatasnamakan UNICEF dapat dikatakan sebagai berita
hoaks.
Berkaca
pada hal tersebut nyatanya masih ada saja tindakan beberapa pihak yang
memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan Pribadi. Saatnya para anak muda Indonesia berperan aktif ikut serta menanggulangi tersebarnya berita hoaks.
Sosilisasi dan edukasi tentang pentingnya menyaring suatu informasi yang
nantinya ditujukan kepada masyarakat awam, adalah sedikit contoh tindakan yang
dapat dilakukan. Anak muda Indonesia adalah representasi masayarakat Indonesia
yang majemuk tetapi moderat. Tindakan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat
awam tersebut juga bisa menjadi cerminan anak muda yang melek teknologi dan
tidak buta informasi, dan yang paling penting bahwa hal ini bisa menjadi
strategi yang efektif ketika pemerintah belum bisa terjun secara langsung
kepada masyarakat dalam mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan dalam
wabah Covid-19 seperti merebaknya berita hoaks ini. Disisi lain sudah waktunya
anak muda indonesia unjuk gigi dan melakukan bukti nyata atas dedikasi yang
nantinya juga akan diberikan kepada masyarakat.
Dampak
dari berita hoaks memang tidak separah narkoba yang dapat merusak jati diri
bangsa. Akan tetapi melihat urgensi berita hoaks yang belakangan banyak
bertebaran, tidak salah jika pemerintah seharusnya lebih tegas menindak para pembuat berita
hoaks. Agar kedepannya tidak memicu kepanikan di tengah masyarakat. Misalnya
dengan membentuk Tim Satuan Tugas (SATGAS) yang secara khusus menindak pelaku
pembuat keresahan tersebut. Satu hal yang juga perlu digaris bawahi adalah
pemberdayaan anak muda indonesia ditengah wabah yang sedang terjadi. Kombinasi
antara anak muda indonesia yang kreatif, kritis dan mempunyai intelektual
tinggi ketika dibarengi dengan dukungan dari pemerintah pasti akan membuahkan
hasil yang memuaskan.
Covid-19
adalah Refleksi Diri
Dulu
membiasakan diri untuk selalu menjaga kebersihan seperti mencuci tangan
menggunakan sabun dan mengenakan masker ketika berada diluar rumah menjadi
sesuatu yang kerap kali diabaikan. Akan tetapi yang terjadi sekarang merupakan
sesuatu yang berkebalikan. Dimana barometer puncak guna meredam wabah Covid-19
adalah mengenai bagaimana perilaku kita untuk selalu menjaga kesehatan.
Masyarakat berbondong-bondong membeli masker dan hand sanitizer yang
berakibat pada langkanya kedua benda tersebut. Jika sudah seperti ini
bagaimanan mungkin masyarakat tidak menyesal? Hal yang nampaknya perlu kita evaluasi bersama bahwa kesadaran
itu dimulai dari diri kita sendiri. lantas bagaimana mungkin mengingatkan orang
lain untuk menjaga kebersihan dan menaati aturan pemerintah jika kita sendiri
masih lalai? Jadi satu poin yang perlu ditanamkan dalam pola pikir kita saat
ini adalah tentang kesadaran.
Himbauan
Pemerintah seperti Work From Home, atau pembelajaran berbasis daring merupakan indikasi bahwa dengan kemajuan
teknologi bukanlah menjadi penghalang bagi kita untuk melakukan aktivitas
sehari-hari. Bukti bahwa kita tetap masih bisa produktif dan
terhubung sekalipun melakukan segala
aktivitas dari rumah. Jadi, mari
gelorakan energi positif untuk diri kita sendiri sebelum memulai segalanya.
Taati aturan pemerintah untuk melakukan sesuatu dari rumah, menghindari keluar
rumah untuk urusan yang tidak terlalu penting, tetap bergerak meski dirumah dan
usahakan berjemur di bawah terik matahari serta budayakan menggunakan prosedur Kementerian
Kesehatan untuk mendeteksi dini adanya gejala Covid-19.
Virus
ini harus kita lawan bersama karena dengan bersama kita menjadi
lebih kuat dan tidak terkalahkan, dengan bersama kita
dapat berkehidupan dengan normal kembali dan dapat menghirup udara luar dengan bebas.
Daftar Referensi
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20200312160647-113482934/membandingkan-wabah-sars-mers-dan-virus-corona
https://lifestyle.kompas.com/read/2020/04/19/160644620/ada-negara-yang-tidakterkena-virus-corona-ini-alasannya?page=all
E-book Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19)-Rev 427 Maret 2020
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20200312160647-113482934/membandingkan-wabah-sars-mers-dan-virus-corona
https://lifestyle.kompas.com/read/2020/04/19/160644620/ada-negara-yang-tidakterkena-virus-corona-ini-alasannya?page=all
E-book Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19)-Rev 427 Maret 2020
https://www.kemkes.go.id/article/view/20012900002/Kesiapsiagaan-menghadapiInfeksi-Novel-Coronavirus.html
https://www.kompas.com/tren/read/2020/03/13/060300365/-hoaks-pesan-berantaiseputar-virus-corona-mengatasnamakan-unicef?page=all
https://news.detik.com/internasional/d-4946688/2-pekan-lockdown-italia-klaim-berhasilturunkan-penularan-corona
https://www.kompas.com/tren/read/2020/03/16/195035165/jokowi-instruksikan-bekerjadari-rumah-ini-arti-work-from-home?page=all
https://nasional.kompas.com/read/2020/03/31/16271751/pidato-lengkap-jokowi-daripsbb-listrik-gratis-hingga-keringanan-kredit
https://www.kompas.com/tren/read/2020/03/13/060300365/-hoaks-pesan-berantaiseputar-virus-corona-mengatasnamakan-unicef?page=all
https://news.detik.com/internasional/d-4946688/2-pekan-lockdown-italia-klaim-berhasilturunkan-penularan-corona
https://www.kompas.com/tren/read/2020/03/16/195035165/jokowi-instruksikan-bekerjadari-rumah-ini-arti-work-from-home?page=all
https://nasional.kompas.com/read/2020/03/31/16271751/pidato-lengkap-jokowi-daripsbb-listrik-gratis-hingga-keringanan-kredit
Editor : Ahmad Soleh
Tags:
Opini