Represifitas dan Intimidasi Terhadap Kebebasan Berpendapat: Kemunduran Demokrasi di Era Reformasi

Oleh Ahmad (PMII Al-Ghozali Semarang) pada Kamis – 17:27 WIB
(Sumber foto : Geotimes.co.id)

22 tahun era reformasi telah menghiasi kehidupan berdemokrasi di Indonesia. Banyak angan-angan baik dengan lahirnya era roformasi kala itu, angan-angan mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara serta pemerintahan yang lebih baik, yaitu bebas dari KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Selain itu, yang lebih penting lagi adalah kebebasan berpendapat untuk menyampaikan masukan terhadap pemerintahan tidak dibatasi, berbeda ketika orde baru dimana kebebasan berpendapat sangat dibatasi. Bahkan yang berani mengkritik pemerintahan di masa itu, bisa-bisa esok harinya pengkritik pemerintah akan hilang entah kemana perginya, entah hilang diculik atau dihilangkan  nyawanya.

Kebebasan berpendapat dimuka umum ditandai dengan keluarnya undang-undang No. 9 tahun 1999. Undang-undang ini dikeluarkan oleh presiden kala itu yaitu Bj. Habibie pada masa selepas lengsernya Suharto setelah menjadi presiden selama 30 tahun. Tentunya undang-undang ini disambut gembira oleh banyak orang, dimana tidak ada kekhawatiran diculik dan ditahan selama ingin mengemukakan pendapat dimuka umum, terutama pendapat-pendapat yang menyuarakan mengenai masyarakat-masyarakat yang tertindas dan miskin agar mendapatkan keadilan.

Disamping kebebasan pers maupun kebebasan berpendapat yang telah diatur dalam undang-udang, kenyataan yang terjadi dilapangan masih banyak kasus-kasus mengenai represifitas dan intimidasi terhadap orang-orang yang menyuarakan pendapat dimuka umum. Ada beberapa contoh kasus yang terjadi mengenai represifitas dan intimidasi, salah satunya adalah kasus yang terjadi terhadap Ravio Patra. Ravio Patra ditangkap oleh aparat karena dugaan penyebaran ujaran kebencian dan ajakan melakukan tindakan anarkis melalui pesan WhatsApp-nya. Tudingan ini dibantah oleh Ravio, bahwa sebelum ajakan itu beredar, WhatsApp-nya diretas. Saat peretasan Ravio juga telah  melaporkan peretasan itu ke SAFEnet. Ravio adalah peneliti tentang kebijakan publik di Indonesia. Sebelum penangkapan terjadi, Ravio sering memberikan masukan terhadap pemerintah mengenai konflik kepentingan staf khusus Presiden dan pengelolaan data korban Covid-19.

Contoh kasus represifitas dan intimidasi juga terjadi di sektor pendidikan, terutama ditingkatan perguruan tinggi. Akhir-akhir ini banyak kejadian mengenai ancaman terhadap mahasiswa, salah satu contohnya adalah mahasiswa Fakultas Hukum UGM yang akan menyelenggarakan diskusi akedemik, bahkan mahasiswa tersebut diteror akan dibunuh keluarganya. Bukan hanya mahasiswa saja yang diteror, akantetapi orang tua dari mahasiswa juga diteror.

Selain kasus diskusi akedemik yang berujung teror, tercatat ada beberapa kasus soal pemberangusan kebebasan akademik yang dilakukan oleh beberapa kampus akhir-akhir ini. 11 mahasiswa Universitas Darma Persada Jakarta diberikan surat penringatan karena melakukan demonstrasi menuntut transparansi dan perbaikan sistem kampus, 4 mahasiswa Universitas Khairun Maluku Utara di drop out karena terlibat dalam aksi Front Rakyat Indonesia West Papua, 28 mahasiswa UKI Paulus Makassar di drop out karena menggelar aksi demonstrasi terkait syarat kepengurusan organisasi, 1 mahasiswa Universitas Bunda Mulia Jakarta di drop out karena menuntut adanya transparansi dan keringanan pembayaran biaya kuliah, 27 mahasiswa di Universitas Nasional Jakarta dipanggil komisi disiplin dan satu mahasiswa dilaporka polisi karena melakukan aksi damai menuntut adanya keringanan biaya uang kuliah, 9 mahasiswa Universitas Bina Insan Lubuklinggau di skorsing karena terlibat dalam aksi damai menuntut adanya keringanan biaya uang kuliah.

Kejadian-kejadian seperti ini seharusnya sudah tidak terjadi lagi di era reformasi saat ini, dimana kebebasan mengemukakan pendapat sudah diatur dalam undang-undang. Bukankah 22 tahun reformasi malah menjadikan kemunduran demokrasi bila terjadi intimidasi dan represifitas terhadap orang-orang yang menyampaikan pendapat dimuka umum untuk kesejahteraan bersama. Semoga para penegak hukum dapat menindak tegas para pelaku-pelaku yang melakukan intimidasi dan represifitas, meskipun dari kalangan kampus, politisi, maupun penegak hukum itu sendiri.

Sumber :

https://www.google.com/amp/s/metro.tempo.co/amp/1335957/penangkapan-ravio-patra-cacat-prosedur-polisi-bantah-katrok

https://indonews.id/mobile/artikel/29993/Gelar-Diskusi-Pemecatan-Presiden-Keluarga-dan-Mahasiswa-Penyelenggara-FH-UGM-Diteror/


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama