Water Wars: Pengantar Tentang Air dan Neoliberalisme

Oleh Abdul Manan (PMII Rayon Pancasila, Komisariat Al-Ghozali Semarang) pada Selasa – 07:48 WIB

Tidak habis pikir bagaimana bisa buku yang (barangkli) membahas tentang air dan dinamika di dalamnya dibuka dengan pengantar tentang neoliberalisme. Bagaimana kolonialisme tempo dulu beralih ke arah kapitalisme yang kemudian kembali melahirkan neoliberalisme. Sebuah pengantar yang sedikit membahas tentang air. Namun, begitu kaya akan pembahasan neoliberalisme.

Membaca, membaca, dan membaca. Rapan mengadakan kelas membaca Lingkar Studi Proporsi perdana pada Selasa, 1 Desember 2020. Bersama sahabat Danang Puji Atmojo dan Abdul Manan sebagai pembawa materi. Dengan membaca dan mengulas sekilas apa yang ada di dalamnya, Mansour Fakihh, Air: Dari Kolonialisme ke Neolib dibawakan oleh sahabat Danang dan Vandhana Shiva, Perang Air dibawakan oleh sahabat Manan.

Dalam pengantar yang dibawakan oleh Mansour Fakih, ruang lingkup yang dibawa tidak tanggung pada satu tempat atau suatu kawasan. Tetapi, sudah mencakup dunia. Dalam tulisannya, ia menyoroti organisasi-organisasi dunia yang orientasi bahkan dari namanya sendiri sudah melenceng dengan arah geraknya. Sebagai contoh, WTO sebagai organisasi perdagangan dunia dipandang sebagai organisasi yang berkutat pada lintas yang mengatur keberlangsungan perdagangan dunia, melenceng orientasinya dan beralih pada kepentingan para pemodal yang bersembunyi di balik perizinan dan proyek-proyek perdagangan dunia.

Dok. Lingkar Studi Proporsi

Saat ini, orang-orang sudah semakin sadar bahwa dunia dihadapi dengan ancaman bencana baru: Proses dehumanisasi oleh kebijakan politik ekonomi global. Dehumanisasi itu terwujud dalam berbagai bentuk seperti kekerasan struktural, pemiskinan dan peminggiran, serta pengkhianatan atas pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya.

Cara memahami neolib secara gamlang adalah dengan menelisik lima keyakinan yang dianut di dalamnya. Pertama, keyakinan untuk membiarkan pasar yang bekerja. Atau dalam artian bahwa di dalam pasar ekonomi global, neolib berusaha untuk menjadi bebas dari birokasi negara. Kedua, keyakinan untuk mengurangi pemborosan anggaran dengan memangkas subsidi pelayanan sosial, pendidikan, atau kesehatan yang dinilai tidak produktif. Ketiga, keyakinan deregulasi ekonomi atau menghilangkan pengaruh atas regulasi negara terhadap segala bidang usaha seperti menghilangkan Analisis Dampak Lingkungan, atau aturan  keselamatan kerja. Keempat, keyakinan terhadap privatisasi dalam wujud menjual segala perusahaan negara kepada investor swasta seperti industri strategis, sektor perbankan, perkeretaapian, transportasi umum, jalan bebas hambatan, PLN, sekolah, univversitas dan sebagainya. Kelima, keyakinan untuk memberangus paham solidaris sosial atau the public good yang hidup di rakyat dan menggantinya dengan paham “tanggung jawab individual”.

Lalu bagaimana dengan air? Dalam prawacana yang ditulis Vandhana Shiva, paragdima air kini telah beralih dari air yang dipandang sebagai suatu hal yang disakralkan menjadi air sebagai komoditas dan peruntungan. Tidak memungkiri bahwa usaha-usaha untuk mempertahankan paradigma air sebagai satu hal yang disakralkan akan tetap ada. Namun, bagaimana menakar kekuatannya dilihat dari fenomena hari-hari ini. Air yang dipandang sebagai komoditas begitu marak digalakkan. Banyak perusahaan air yang memproduksi sampah plastik yang menggunung-gunung. Dan ironisnya para pemodal itu didukung oleh negara yang melihat peruntungan di balik hadirnya perusahaan itu. Di titik ini lah peran negara mulai lenyap dan justru bersembunyi dalam dalih “pembangunan”.

Mereka (para pemodal perusahaan dalam organisasi global) dikatakan oleh Vandhana Shiva sebagai teroris baru. Bukan lagi teroris yang meledakkan gedung WTC dengan korban ribuan orang dan menabrak gedung pentagon. Tetapi, mereka adalah kaum pemodal yang bersembunyi dalam organisasi global yang menggeser paradigma air menjadi komoditas atau bahan peruntungan dan di dalamya telah memarjinalkan hak-hak orang banyak. Bahkan dengan tanpa bersalah sedikit pun mengaitkan konflik air sebagai isu SARA atas dasar kepentingan yang bermuara pada kekuasaan ekonomi dan kekuasaan politik.

Lalu bagaimana keterkaitan antara air dan neoliberalisme? Pembahasan mendalam tentang dua hal itu akan hadir dalam kelas membaca selanjutnya.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama