Oleh Elzandya Hannan Brilliana (Rayon M. Zamroni) pada Rabu – 16.01 WIB
Anak Perempuan Pertama,
Tulang Punggung Keluarga
Habiba
adalah anak perempuan pertama dari 3 bersaudara, Habiba adalah anak piatu yang
hidupnya penuh dengan perjuangan. Ia juga menjadi tulang punggung keluarga,
sebab ibunya sedang sakit-sakitan dan juga harus mengurus kedua adiknya. Namun dengan
keadaan seperti itu tidak membuat Habiba putus asa dan tetap ingin mengenyam pendidikan
hingga ke perguruan tinggi walau dirasa sangat sulit untuk ia raih.
“Nduk…sampun
enjing subuh riyen (Nak… sudah pagi sholat subuh dahulu)” Kata Bu Lastri sambil
membangunkan Habiba yang sedang tidur
“Ayo
pada tangi subuhan Le..Nduk (Ayo bangun sholat subuh Nak)” Tambah Bu Lastri
membangunkan Rizky dan Alya.
Ketika
subuh datang, Habiba bergegas sholat lalu membuat makanan peyek serta
menyiapkan lauk pauk yang akan dimakan bersama keluarganya. Habiba sangat rajin
dan tekun, ia juga ikhlas menjadi anak pertama perempuan tulang punggung
keluarganya.
“Ibuk…kulo
budhal sekolah rumiyen nggih, sampun bibar sedanten (Ibu…saya berangkat sekolah
dulu ya, semuanya sudah selesai)” Pamit Habiba
“Ayo
Dik…mundak telat mengko…(Ayo dik…keburu telat nanti)” Tambahnya kepada
adik-adiknya
“Enggih
Mbak…ngentosi Dik Alya niki wau dangu niku amargi Alya dereng noto buku (Iya
Mbak…nunggu Dik Alya ini tadi lama karena Alya belum menata buku)” Ujar Rizky
“Lho…Dik
Alya mboten pareng ngoten niku…noto buku iku ya ndek bengi…esuk kui kangge di
cek mawon sampun pepak nopo dereng. Ampun dibaleni melih lho Dik mundak dadi
pakulinan ora apik (Lho…Dik Alya enggak boleh seperti itu…menata buku itu ya
tadi malam…pagi itu buat di cek aja udah lengkap apa belum. Jangan diulangi
lagi lho Dik nanti jadi kebiasaan enggak bagus)” Kata Habiba
“Nggih
Mbak…ngapunten nggih (Iya Mbak…maaf ya)” Kata Alya
“Iyoo...wis
gek ayo cah mangkat wis awan (Iyaa…udah ayo berangkat udah siang)” Kata Habiba
Berangkatlah
Habiba dengan adik-adiknya dengan berjalan kaki sambil membawa dagangan peyek
dan camilan lainnya yang akan dititipkan di kantin sekolah Habibah dan
adik-adiknya. Habiba dan adik-adiknya tidak pernah malu untuk berjualan, bagi
mereka apa yang harus dimalukan, malu itu ketika meminta-meminta. Selama badan
masih sehat dan bisa berusaha kenapa harus malu untuk berjualan, begitulah
prinsip anak perempuan pertama umur 18 tahun.
“Habiba…snackmu
habis melih Nduk…bocah-bocah ngomong enak hehe (Habiba…snack kamu habis lagi
Nak…anak-anak bilang enak hehe)” Kata ibu Kantin
“Matur
suwun sanget nggih Buk, Alhamdulillah. Nggih sampun Buk niki kulo pendet nggih (Terima
kasih banyak ya Buk, Alhamdulillah. Ya sudah Buk ini saya ambil ya)” Jawab
Habiba
“Iyo
Nduk, kene maem bakso disik…(Iya Nak, sini makan bakso dulu)”
“Mboten
Buk matur suwun niki ajeng ngewangi tiyang (Engak Buk terima kasih ini mau
bantuin orang)”
“Ngewangi
opo to Nduk…(Bantuin apa Nak)”
“Ngewangi
dodolan teng angkringan Buk hehe saget kangge sangu (Bantuin jualan di
angkringan Buk hehe bisa buat saku)”
“Oalah
yawis semangat ya Nduk…(Oalah yaudah semangat ya Nak)”
“Nggih
matur suwun sanget Buk (Iya terima kasih banyak Buk)”
Setelah
pulang sekolah, Habiba membantu tetangganya berjualan di pinggir jalan yaitu
angkringan. Di sela-sela membantu berjualan, ia menggunakan waktunya ketika
senggang belum ada pembeli datang untuk membaca atau mengerjakan tugas.
“Biba…iki
wes jam 8 Bib, gek mantuk (Biba…ini udah jam 8 Bib, cepet pulang)” Kata Mbak
Rini tetangga Habiba
“O
nggih Mbak…kulo wangsul rumiyen nggih Mbak (O iya Mbak…saya pulang dulu ya
Mbak)” Jawabnya
“Iyo
Bib matur suwun ya (Iya Bib terima kasih ya)”
“Enggih
Mbak Rin, sami-sami (Iya Mbak Rin, sama-sama)”
Lalu
Habiba segera pulang setelah 7 jam dari pukul 13.00 WIB hingga 20.00 WIB
membantu tetangganya berjualan. Ia tidak seperti anak-anak lain yang
sehari-harinya bisa tiduran di kasur, main, ataupun nge-mall. Namun tidak setiap hari ia membantu tetangganya berjualan,
hanya hari Selasa, Kamis, dan Sabtu. Di hari Senin dan Rabu ia memiliki jadwal
latihan di sanggar seni lalu di hari Jum’at dan Minggu ia memiliki jadwal les
privat anak SD. Ia rela mengorbankan waktu bermain selayaknya teman-temannya
untuk masa depan ia sendiri. Habiba sadar akan pendidikan itu penting sehingga ia
berjuang untuk dapat lolos PTN yang ia impikan.
“Assalamu’alaikum
niki Habiba sampun wangsul (Assalamu’alaikum ini Habiba udah pulang)”
“Wa’alaikumsalam…gek
leren Nduk…kae ning dapur isih ana lawuh karo sego Wa’alaikumsalam…cepet
istirahat Nak…itu di dapur masih ada lauk sama nasi)”
“Nggih
Buk (Iya Buk)”
Ibunya
yang sedang sakit-sakitan tidak diperbolehkan Habiba untuk bekerja untuk tidak
capek supaya tidak kambuh. Ia memilih ia lah yang bekerja karena masih sehat
dan masih bisa berusaha. Habiba bukan siswa yang biasa-biasa saja, ia selalu
mendapat juara satu dikelas dan selalu mengikuti lomba-lomba sehingga uang
hasil hadiah juara tersebut ditabung untuk kebutuhan keluarga dan keperluan
lainnya. Adik-adik Habibah pun juga sama, mereka adik-adik yang pintar dan
selalu mengikuti banyak lomba sehingga uang dari hadiah juara ia tabung untuk
keperluan mereka. Sampai suatu hari Habiba memiliki ide cemerlang….
“Ibuk,
Habiba ajeng matur…(Ibuk, Habiba mau ngomong)”
“Enek
opo Nduk, nggal cerita (Ada apa Nak, cepet cerita)”
“Habiba
gadah ide, niki tabungan Habiba tesih kathah nggih tesih cukup kangge kebutuhan.
Habiba badhe matur umpami sebagian tabungan Habiba kangge tumbas bibit porang
pripun Buk? Dados niki investasi masa depan ngoten Buk (Habiba punya ide, ini
tabungan Habiba masih banyak cukup buat kebutuhan. Habiba mau bilang seumpama
sebagian tabungan Habiba buat beli bibit porang gimana Buk? Jadi ini investasi
masa depan gitu Buk)”
“Iyo
orapopo Nduk…Ibuk percoyo Habiba wis dewasa iso milah-milih pundi sing becik
(Iya nggak papa Nak…Ibuk percaya Habiba sudah dewasa bisa memilah memilih mana
yang baik)”
Ibu
selalu percaya kepada Habiba bahwa ia akan mengambil keputusan terbaik. Niat
Habiba membeli bibit porang karena porang sedang ramai pasarannya dan untungnya
juga lumayan. Hasilnya dapat untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kuliahnya
nanti.
5
bulan berlalu, bibit-bibit porang Habiba mulai diperjualkan. Hari ini Habiba
mulai mendaftar PTN melalui jalur rapot atau SNMPTN. Namun teman-teman Habiba
tidak semua memilih lanjut pendidikan, mereka memilih pasrah bekerja saja. Hal
tersebut karena rendahnya ekonomi serta banyaknya pabrik di lingkungan sekitar.
Habiba tetap memilih untuk lanjut pendidikan, sebab baginya pasti ada jalan di
setiap kesusahan asal mau berusaha keras.
“Hei
Habiba…koe sido kuliah po? (Hei Habiba…kamu apa jadi kuliah?)”
“Eh
Ifa…sido Fa pengen banget kuliah (Eh Ifa…jadi Fa ingin kuliah)”
“Kok
aku ra enek pengen kuliah ya Bib, sing marai koe pengen kuliah jane opo Bib?
(Kok aku enggak ada ingin kuliah ya Bib, yang buat kamu ingin kuliah tu apa
Bib?)”
“Aku
pengen dalam keadaan apapun sesusah apapun ki pendidikan penting banget, nambah
ilmu, nambah pengetahuan, ora enek salahe kan wong susah kuliah. Ilmu kui ada
sampai kapan pun bisa diajarkan ke siapapun. Zaman saiki uwong nek ra
berpendidikan dipandang rendah juga. Sing iso ngangkat derajat keluargaku yo
lewat pendidikan sing duwur (Aku ingin dalam keadaan apapun sesusah apapun itu
pendidikan penting banget, nambah ilmu, nambah pengetahuan, enggak ada salahnya
kan orang susah kuliah. Ilmu itu ada sampai kapan pun bisa diajarkan ke
siapapun. Zaman sekarang orang kalo enggak berpendidikan itu dipandang rendah
juga. Yang bisa mengangkat derajat keluargaku ya lewat pendidikan yang tinggi)”
“Wis
lho Bib ra usah ngoyo…wong-wong kene ki patute kerjo pabrikan Bib (Udah lah Bib
enggak usah terlalu ngejar…orang-orang sini tu pantesnya kerja di pabrik Bib)”
Tambah Fauzi
“Ora
ngno Zi…kita punya prinsip masing-masing tanpa harus mencela prinsip itu, jadi
hargai ya” Jawab Habiba
Walau
Fauzi berkata demikian namun Habiba tetap berpikir positif dan berpikir maju
tentang masa depannya. Tidak ada yang bisa merubah nasib kecuali orang itu mau
berusaha begitulah batin Habiba. Habiba sudah memilih PTN yang ia impikan dan
menunggu hasilnya selama 2 bulan. Seperti biasa, hari-hari Habiba tetap bekerja
keras untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Hingga hari yang ditunggu tiba yaitu
pengumuman SNMPTN. Habiba tawakal dan ikhlas dengan ketetapan Allah, apabila
tidak lolos ya berarti belum rezekinya. Ternyata Habiba lolos pada pilihan
pertama yaitu Manajemen dan Kebijakan Publik UGM. Habiba dan keluarga sangat
senang, Habiba yakin itu adalah jawaban dari doa-doanya dan doa-doa
keluarganya.