Gendhuk

 Oleh Nabila Zaki (Rayon Pendidikanpada Rabu – 15.59 WIB


GENDHUK



Suasana lereng pegunungan yang sejuk ditemani kabut yang masih menyelimuti negri di atas awan ini membuatku semakin syahdu untuk menikmati tidurku dan enggan beranjak dari tempat tidurku.

“Klontaaaangggggg,” terdengar suara panci Ibu yang terjatuh di dalam dapur sambil memanggilku dengan lantang.

“Ndhuk, jam pira iki. Wes awan ayo pada tangi, gek ndhang sholat subuh,” ucap Ibuku.

Kubuka kelopak mataku dengan malas dan terasa berat sekali membukanya, seperti ada beban berat mengganjal di atas mataku seolah melarangku untuk membuka mataku pagi ini. Terdengar suara jangkrik yang perlahan mulai tergantikan dengan suara kokok ayam menandakan hari sudah pagi. Ikat rambut dari bekas buntelan tempe ku ambil dari atas meja untuk merapikan rambut panjangku.

Nampak Ibuku saat hendak berwudhu sebelum sholat sedang berusaha menghidupkan bara api untuk persiapan memasak, karena di rumah sederhanaku ini masih memakai kompor tungku yang harus ditiup terlebih dahulu menggunakan bambu ataupun pipa agar api menyala sesuai kebutuhan yang kami inginkan.

Gemricik suara air dari sumber air di belakang rumah terdengar lembut. Sembari memuji asmaMu wahai Kekasihku, mulailah aku mensyukuri sejuknya kejernihan air. Menyingkap hijab menuju kesucian, hati bergerak membingkis niat. Mulai ku basuh wajahku, hapuslah merah padam amarahku. Ku basuh tangan, hilangkanlah keangkuhanku. Usapku pada kepala, musnahkanlah mahkota kesombonganku. Ku basuh kaki kecilku ya Kekasihku, berharap Engkau menuntunku pada jalan ridhaMu. Ku pinta doa merasakan gemetar hati bermunasabah taqaraub padaMu wahai Kekasihku. Ingin ku peluk tangis dalam sujud, menggerai tasbih, mengurai istigfar, serta menyanjungkan Samudra shalawat atas Asyraful Anam dalam sajadah panjangku ini tuk memohon ampunan ridhaMu dalam dekap cinta kepadaMu ya Kekasihku.

“Kawanen meneh pa dhuk? Kok ora sholat nang masjid subuh mau,” tanya Ibuku.

“Nggih Bu, ngapunten. Gendhuk kawanen kalawau,” jawabku sambil meminta maaf.

“Ya wis ayo ngewangi Ibu masak, mesakke Bapak kae lo selak arep budhal kerja kudu sarapan disik,” pinta Ibuku.

“Nggih Bu,” jawabku singkat.

Sedikit ku iris tempe dengan tebal, ku kupas perlahan bawang putih dengan perasaan dan tangan lentik yang ada. Mengalirkan air mata diserang aroma bawang merah bawang putih. Antara butir-butir lada dan ketumbar jangan sampai tertukar. Lebur tiada tersisih, menciptakan keriuhan pada cobek dan munthu yang membangunkan seisi rumah. Potongan tempe ku masukkan dalam panci. Tercium aroma daun salam dalam panci menggoda rasa. Daun kelor dan labu siam dalam periok menghijau sedap. Aroma kunci dan bawang merah menari-nari menyerang hidung. Tak lupa sambal tomat khas dengan tambahan terasi asli Rembang, cabai merah, bawang merah, dan bawang putih berebut posisi dalam cobek menunggu gerusan lembut tanganku. Siaplah menu pagi ini dengan sayur kelor, tempe bacam, dan sambal terasi di meja makan sederhana.

“Wes kene tak terusna Ibuk, gendhuk pakpung disik terus kuliah,” perintah Ibuku.
“Nggih Bu,” jawabku singkat.

Menepuk air pada bak mandi, terpecik ke muka sendiri. Menggayung satu-demi satu membasuh tubuh dengan segarnya air pegunugan seperti air es. Menggosok tubuh bagian belakang dengan krosokan atau batu yang ku ambil dari sungan dekat sungai. Semerbak wangi bau dari sabun serai memenuhi ruang kamar mandi. Bersiap diriku mengenakan pakaian untuk berangkat kuliah.

“Kene pada sarapan nembe kuliah,” Ucap Bapak.

“Nggih Pak,” jawabku singkat.

Menu sayur kelor, tempe bacam, dan sambal terasi memang jadi menu andalan dikeluarga kami. Selain mudah didapat karena kami memanennya sendiri, bahan baku yang lainnya pun mudah dijangkau dengan harga murah. Kunikmati sesuap demi sesuap menggunakan tangan, merasakan pedas dan gurihnya sambal terasi khas keluargaku. Selesai makan mulailah bersiap untuk berangkat kuliah.

“Pak, Bu Sinta budhal kuliah riyin nggih,” pamitku.

“Yo, sek ngati-ngati pas neng dalan. Seng pinter leh kuliah, mirengke apa matur e Dosen e,” pesan Bapak padaku.

“Nggih Pak, assalamualaikum,” ucapku.

“Waalaikumussalam,” jawab mereka.

Terhampar luas kebun sayur mayur milik warga di kampungku, menemani perjalanku setiap aku pergi kuliah. Tak jauh lokasi kuliah dengan rumahku, Maka dari itu, aku pergi ke kuliah dengan jalan kaki, lagi pula lumayan banyak teman-temanku yang jalan kaki juga saat berangkat kuliah.

“Nur,” panggil temanku dari kejauhan.

Oiya, namaku Sinta Nuriyah. Teman-teman akrab memanggilku dengan panggilan Nur. Terdengar pasaran memang, tapi dibalik nama itu memiliki segudang makna dan arti untukku. Saat ini aku sedang duduk dibangku kuliah jurusan teknik mesin pada salah satu Perguruan Tinggi di Kecamatan Mojotengah, Wonosobo, negri di atas awan. Cerita sedikit tentang jurusan yang aku ambil saat ini. Pada saat kelulusan SMA menuju Perguruan Tinggi telah kuputuskan untuk memilih jurusan Teknik mesin ini, meski pada awalnya kedua orangtuaku tidak mengizinkannya karena mereka menganggap jurusan ini hanya untuk laki-laki saja dan meyarankan agar aku masuk jurusan tata boga. Menurut mereka seorang perempuan pada akhirnya akan kembali ke dapur, masak dan mengurus keluarga. Akan tetapi dengan segala macam bujuk rayuanku serta pemahaman yang aku berika pada kedua orangtuaku akhirnya merekapun mengizinkanku untuk memilih jurusan ini. Jurusan Teknik mesin di kuliahku hanya ada 4 orang siswa perempuan dari 60 total siswa yang ada di jurusan ini. Menarik bukan menjadi seorang ratu di tengah-tengah laki-laki.

“Hai Wul, sini,” ajakku pada Wulan agar berangkat bersama.

“Iya bentar Nur,” jawabnya singkat.

“Gimana Wul persiapanmu?” tanyaku.

“Persiapan apa nih?” tanya Wulan.

“Itu tuh, masak lupa sih. Persiapanmu buat jadi ketua BEM Fakultas Teknik,” sambungku.

“Oh itu, udah kalau itu mah. InsyaAllah tinggal kampanye aja besok Nur, mohon do’a restunya ya. Semoga bisa mengemban Amanah dengan baik dan meningkatkan mutu mahasiswa yang ada di Fakultas Teknik ini,” jawabnya.

“Aamiin, eh tapi kamu perlu ingat juga Wul. Banyak diantara teman-teman kita yang beranggapan bahwa seorang pemimpin itu harus laki-laki, apalagi sekelas BEM Fakultas, udah gitu Fakultas Teknik lagi. Fakultas yang identik sama laki-laki,” kataku.

“InsyaAllah nggak kok Nur, aku yakin dengan memberikan pemahaman kepada teman-teman yang lain bahwa wanita juga bisa kok sebagai seorang pemimpin yang baik, yang gak melulu di belakang layar, apalagi di dapur terus. Toh juga sekarang udah tahun 2022 Nur, udah saatnya emansipasi Wanita ataupun kesamaan gender. Masak iya masih aja mau kayak zaman Ibu Kartini dulu,” jelas Wulan.

“Ya semoga aja sesuai dengan harapan kita ya Wul,” ucapku.

“Eh, udah mau sampai nih. Aku duluan ya, jamnya Pak Joko nih beliaunya on time banget Nur. Okedeh, ketemu lagi nanti sore di pelataran Gedung E5 ya Nur. Assalamualaikum,” pamit Wulan.

“Waalaikumus….. salam. Ya elah si Wulan, main pergi aja tuh anak.

Sembari menuju ke kelasku, ku ingat lagi apa yang Wulan katakana banyak benarnya juga. Kita sebagai seorang perempuan jangan sampai ada perbedaan hak disini. Suatu hal yang kita ketahui sebagai perempuan, bahwa sejak kapanpun kita sudah memiliki semua yang kita butuhkan di dalam diri kita sendiri. Justru dunialah yang membuat kita melakukan itu. Sebagai perempuan mungkin banyak yang mulai memasuki duni kerja. Pasti dalam hidup kita pernah mengalami situasi-situasi dimana kita dipandandang sebelah mata hanya karena kita perempuan. Bisa dalam bentuk hubungan, pekerjaan, komunitas, dan bahkan hampir semua orang di sekeliling kita merasa seperti itu.

Sempat dunia berbisik, katanya perempuan tegas itu mengintimidasi. Katanya perempuan kritis itu lancang. Katanya perempuan ekspresif itu berlebihan. Katanya perempuan emosional itu tidak bisa berpikir logis. Katanya perempuan yang berkarier pasti bukan ibu yang baik. Katanya perempuan yang sekolah tinggi akan sulit mendapatkan jodoh. Tapi hari ini, aku berhenti mendengar segala katanya-katanya yang menggema di pikiranku. Aku ketahui, perempuan lugas, kritis, ekspresif, emosional, adalah sosok yang berani menjadi diri mereka sendiri. Perempuan bisa mengejar mimpinya tanpa batas. Perempuan tidak harus terperangkap dalam definisi-definisi yang menyempitkan. Perempuan berhak atas kesetaraan dimanapun dan yang terpenting perempuan itu kuat dan Tangguh.

“Nur,” ucap Wulan mengkagetkanku.

“Assalamualaikum kek, atau sapa dulu atau gimana gitu jangan ngagetin Wul,” jawabku.

“Iya, iya maaf. Assalamualaikum Kakak Sinta Nuriyah yang paling cantik seantero jagad raya, eh ralat, yang paling cantik serombel,” ucapnya.

‘Waalaikumussalam warohmatullahhi wabarakatuh. Iyalah paling cantik serombel. Sekelas kan ceweknya akua ja gak ada duanya. Eh kok kamu disini Wul, katanya ad akelas Pak Joko tadi?” tanyaku.

“Tadi beliaunya Cuma masuk sebentar, trus ngasi tugas karena mau ada acara rapat dosen gitu katanya,” jawab Wulan.

“Oh gitu Wul,” sambungku.

“Ya sudah, yok ah. Kita langsung ke pelataran Gedung E5 aja sebelum telat,” ajaknya.

“Okey, lets go Wul,” jawabku.

Pagi ini adalah sesi dimana para kandidat calon ketua BEM Fakultas Teknik berkumpul untuk menyampaikan visi dan misinya selama satu period eke depan di hadapar para mahasiswa yang lain serta menandakan dimulainya masa-masa kampanye pemilihan umum raya di Fakultas Teknik.
“Aduh Nur, kok aku deg-degan gini sih?” tanya Wulan.

“Ya wajar dong Wul, kalau gak deg-degan nanti dikira mati gimana,” jawabku sambil tertawa.

“Ih Nur, serius ini tuh,” ucapnya.

“Aku juga serius Wul, wkwkwk. Gini deh, coba kamu rileks dulu, minum air putih dulu, baca-baca lagi tadi catetannya, point-poin yang akan disampaikan apa aja diingat dan dipahami jangan sampai keliru,” kataku.  

Satu persatu para kandidat calon ketua BEM Fakultas Teknik berkumpul dan menyampaikan visi misinya. Mulai dari ada yang ingin mengembangkan bagian olahraga, ada yang ingin meningkatkan dibagian seni. Giliran Wulan pun tiba. Nampak raut muka penuh dengan ekspresi percaya diri kali ini, seperti Wulan yang baru, Wulang yang penuh harapan dan berwibawa.

Allahhuakbar, Allahhuakbar. Tak terasa sudah waktu ashar. Laksana kumbang menari di langit bunga, membuka gerbang dzikir di atap dunia. Keselarasan mengalir bersama denting syahadat, menepis celah tuk dunia dan akhirat. Puluhan kaki melangkah pada gema suara, mengitari tepian derai hujan. Sepanjang adzan berkumandang, setiap mata mulai dibersihkan dari nikmat dan kemolekan dunia hingga menjebak pada suatu pojok yang jahanam. Ada damai yang mengawang diiringi Simponi semesta mengantar setiap insan menuju batas suci mushola. Bersujud bersama eloknya semesta, memeluk rahmat nan ampunan, mendekat hati menjaga pandangan, menerjang hamparan nafsu syaitan. Mengais jarak tuk berjumpa dengan Kekasih dengan merangkai doa dihamparan telapak tangan.

“Nur, menurut kamu apa jadinya apabila ada seorang pemimpin perempuan?” tanya Hasyim padauk.

“Ya gak apa sih, boleh boleh aja. Selagi dia bisa bertanggungjawab, amanah, dan dapat menjadi pemimpin yang baik. Kamu sendiri gimana Gas? Apa yang kamu rasakan saat ada pemimpin perempuan yang arif dan bijaksana, mengikat kamu seorang laki-laki,” tanyaku.

“Awalnya memang agak gak terima sih, masak iya seorang laki-laki dipimpin sama perempuan, kodratnya perempuan kan 3M,” jawabnya.

“Ap aitu 3M?” tanyaku.

“Macak, masak, manak. Wkwkwk,” jawab Bagus.

“Ishhh, kamu itu. Ya gak gitu kali Gus,” ucapku.

“Bercanda Nur. Itu persepsi dulu kok. Setelah aku melihat Wulan tadi, stigma jelekku terhadap pemimpin perempuan mulai ilang kok dan aku yakin, besok Wulan pasti yang akan jadi Ketua BEM Fakultas Teknik ini. Menurutku dengan segala kelebihan dan kemampuan yang dia miliki serta bekal pengalaman yang ada insyaAllah ditangannya aka nada perubahan yang baik bagi kinerja BEM Fakultas Teknik Mendatang,” jelasnya.

“Aamiin, semoga saja begitu ya Gus. Kita doakan saja yang terbaik. Yaudah Gus aku balik ” jawabku.
“Okey, jumpa lagi lain waktu Nur,” ucapnya.

Bergegaslah aku menuju ruang kelas. Kelasku bukan hanya sekedar sekelas. Ia bagaikan keluarga yang mampu memberi memori dan kenangan. Canda, tangis, tawa yang kita lalui bersama. Akan kutulis dan takkan terhapus di sejarah bagian kehidupanku. Kelas ku yang berharga, tempat dimana kutemukan pengalaman, persahabatan dan permusuhan. Bagaikan hitam putih yang berjalan harmonis menambah nilai harga kelas. Seperti tempat pencarian jati diri di tengah hiruk pikuk tugas. Menyemangati dan membantu diri yang telah Lelah dengan semuanya. Bukan hanya sebuah ruangan, melainkan suatu hubungan yang akan sulit untuk dilupakan namun mudah untuk dilepaskan. Satu pintaku, kita jangan saling berpaling walaupun sedang mengejar cita-cita maupun cerita cinta.

Hari perhitungan suarapun tiba. Saat yang paling mendebarkan dari serangkaian kegiatan pemilihan umum raya Fakultas Teknik. Nampak wajah Wulan yang penuh dengan rasa penasaran dan tegang.

“Wul, kenapa kamu,” tanyaku.

“Biasa Nur, kayak gak pernah demam panggung aja,” jawabnya.

Terdengar suara dari pengeras suara mushola kampus untuk mengajak seluruh mahasiswa agar menyaksikan perhitungan suara sekaligus siapa yang akan diamanihi jabatan untuk periode tahun depan. Tangisan bahagiapun pecah saat Wulan terpilih jadi pemimpin satu tahun ke depan. Lewat mayoritas voting anggota yang dating. Percayakan padamu suara yang mereka berikan. Menangis dan harunya suasana. Saat seseorang mendapat jabatan yang perlu diingat bukan gembira ataupun pesta pora. Seperti pejabat yang menang pemilihan, jabatan itu tanggungan, jangan merasa Bahagia atasnya, atas tanggungan yang belum kau kerjakan.

Terlepas dari minimnya keterwakilan perempuan sebagai pemimpin yang membuat organisasi maupun institusi sehingga secara tidak langsung juga berpengaruh pada penyusunan kebijakan yang berpihak pada perempuan dan berdampak pada rendahnya indeks kesetaraan gender.

 

 

 

 

 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama